Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan featured

Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

25 Agustus 2018   16:34 Diperbarui: 9 Juli 2020   09:20 2380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi: Sampah Kantong Plastik. Sumber: Asrul TPA Makassar

Sampah plastik, khususnya "kantong plastik" menjadi seksi sejak ahir tahun 2015 sampai sekarang. Semua stakeholder sampah menjadi sibuk, akibat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai leading sektor persampahan, menunjukkan ketidakmampuannya mengatasi masalah sampah dengan benar dan berkeadilan. 

Kementerian lainpun "diikutkan" sibuk untuk menambah power "pembenaran" bagi kebijakan-kebijakan KLHK dalam menyikapi masalah sampah. Kementerian PUPera adem-adem saja melaksanakan program Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di seluruh Indonesia, tapi itupun senyatanya hanya formalitas saja.

Hampir semua kementerian, lembaga, asosiasi sampah dan lingkungan, perguruan tinggi, sampai kepada dunia jurnalistik pada ramai membuat event diskusi, seminar dan semacamnya tentang substansi "solusi sampah". 

Termasuk pembentukan Dewan Pengarah Persampahan Nasional yang diinisiasi oleh KLHK, juga untuk membackup "hanya diduga" kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB), faktanya dewan pengarah sampah yang melibatkan banyak pihak "katanya ahli sampah" tersebut tidak punya taring dan karya dalam menyelamatkan masalah sampah Indonesia. 

Semua diduga demi menyakinkan para pihak agar tujuan para oknum "penguasa dan pengusaha" nakal tersebut tercapai. Karena semua rencana busuk itu gagal dan terbantahkan.

Para oknum tersebut belum goyah juga, dengan begitu gigihnya, maka dimunculkan lagi rencana "cukai plastik" untuk menutupi kelemahan (baca: koruptif gratifikasi) atas strategi dan kebijakan KPB yang telah diberlakukan oleh KLHK sejak 21 Februari 2016 dan gagal karena penulis protes keras kebijakan itu secara resmi kepada KLHK cq: Ditjen PSLB3 KLHK, lintas menteri dan sampai kepada Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. 

Dalam temuan penulis, KPB masih setengah jalan, karena masih ada ritel (baca: Ritel Superindo) yang menjual kantong plastiknya pasca Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) menghentikan kebijakan KLHK itu sekira bulan September-Oktober 2016, sepertinya KLHK tutup mata saja sampai hari ini, adakah gratifikasi? Pertanyaan besar yang harus segera dijawab oleh kita, oleh penegak hukum! 

Tapi sebuah kenyakinan besar bahwa tabir dugaan gratifikasi atas kebijakan KPB itu akan terungkap juga pada masanya. Ingat bahwa kasus korupsi di Indonesia, akan daluarsa pada masa 18 tahun! waspadalah.

Padahal ingat sampah plastik itu hanya sekitar 12% dari total sampah anorganik (baca: bukan total sampah, tapi hanya prosentase dari sampah an organik saja) dan sampah plastik ini sangat dibutuhkan industri daur ulang, jadi aneh bila dipermasalahkan hanya dengan sebuah kalimat "terurai dan tidak terurai". 

Sangatlah lucu, ajaib dan menarik bila dikaji secara mendalam. Tapi hanya segelintir yang memahami masalahnya, maka banyaklah terjadi pembodohan dan pembohongan publik. 

Penulis sebagai pemerhati sampah yang intens amati masalah ini, selalu kontra saja dengan kebijakan semu pemerintah (KLHK) tersebut, dan penulis menjadi asing ditengah para pengambil kebijakan itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun