Membandingkan nilai biaya produksi beras antara Indonesia dan Jepang, juga tingkat harga di petani produsen dan juga pada tingkat konsumen di masyarakat antara di Indonesia dan di Jepang.
Biaya produksi beras di Indonesia dan Jepang menunjukkan perbedaan yang mencolok, baik dari segi nominal maupun komposisi pembiayaannya.Â
Di Indonesia, biaya produksi per kilogram beras berada di kisaran sekitar empat ribu hingga sepuluh ribu rupiah (Rp 4.000 - Rp 10.000), tergantung pada kualitas dan lokasi. Biaya tersebut mencakup sewa lahan, upah tenaga kerja, pupuk, pestisida, benih, serta ongkos pasca panen. Komponen terbesar biasanya berasal dari sewa lahan dan upah tenaga kerja, karena sebagian besar petani masih mengandalkan sistem pertanian tradisional dengan tenaga manusia yang intensif.
Sebaliknya, di Jepang, meskipun tidak ada angka pasti yang seragam untuk seluruh wilayah, dapat diperkirakan bahwa biaya produksi per kilogram beras jauh lebih tinggi dibanding Indonesia. Ini disebabkan oleh tingginya biaya tenaga kerja, perawatan alat mesin pertanian modern, serta mahalnya input produksi.Â
Namun, sistem pertanian di Jepang yang sangat terorganisir, dengan dukungan penuh dari koperasi pertanian dan pemerintah, membuat proses produksi menjadi lebih efisien meskipun biayanya tinggi. Petani Jepang juga sangat bergantung pada teknologi canggih, mulai dari mesin tanam dan panen otomatis, drone pertanian, hingga sistem irigasi yang terintegrasi.
Dari sisi harga jual di tingkat petani, petani Indonesia rata-rata hanya mendapatkan sekitar lima ribu hingga tujuh ribu rupiah (Rp 5.000 - Rp 7.000) per kilogram gabah. Selisih antara biaya produksi dan harga jual seringkali sangat tipis, bahkan kadang merugikan.Â
Di sisi lain, petani Jepang bisa menjual gabah kering giling mereka dengan harga sekitar tiga puluh ribu rupiah (Rp 30.000) per kilogram, sebuah nilai yang sangat tinggi dibanding petani di Indonesia. Harga ini mencerminkan perlindungan harga oleh pemerintah Jepang untuk memastikan keberlangsungan hidup petani mereka.
Pada tingkat konsumen, harga beras di Indonesia masih cukup terjangkau bagi masyarakat luas, dengan kisaran antara sebelas ribu hingga lima belas ribu rupiah (Rp 11.000 - Rp 16.000) per kilogram, tergantung pada jenis dan kualitas berasnya. Harga ini sudah melalui proses distribusi dari petani, penggilingan, pedagang besar, hingga pengecer.Â
Di Jepang, harga beras di tingkat konsumen jauh lebih tinggi, bisa mencapai sekitar lima ratus hingga tujuh ratus yen (500 - 700 yen) per kilogram, atau setara dengan lima puluh ribu hingga tujuh puluh ribu rupiah (Rp 50.000 - Rp 70.000). Meskipun mahal, masyarakat Jepang tetap membeli beras lokal karena kualitas dan keamanannya sangat terjamin, serta adanya kesadaran nasional untuk mendukung produk dalam negeri.
Secara keseluruhan, sistem di Jepang memungkinkan petani tetap memperoleh penghasilan layak walaupun biaya produksi tinggi, karena harga jual dijaga dan didukung oleh kebijakan pemerintah yang kuat. Sementara itu, di Indonesia, harga beras yang rendah di tingkat petani sering tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, menyebabkan banyak petani tidak sejahtera meskipun negara memiliki potensi pertanian yang sangat besar.