Â
Membandingkan Kebijakan Terkait Pangan (Beras) Antara Indonesia Dan Jepang
Bagaimana dengan kebijakan harga, mulai dari harga sarana produksi, benih, pupuk, Obat-obatan pertanian, harga beras di tingkat petani hingga konsumen, kebijakan logistik, kebijakan impor, cadangan pangan, dan seterusnya ?
Pertanyaan ini menyentuh inti dari sistem ketahanan pangan yang sehat dan berkeadilan---yakni bagaimana negara mengatur harga dan distribusi dari hulu ke hilir.Â
Mari kita bandingkan kebijakan harga dan logistik Indonesia vs Jepang dalam sistem pangan beras secara komprehensif:
1. Harga Sarana Produksi (Input: Benih, Pupuk, Obat-Obatan)
Indonesia:
- Benih: Sebagian disubsidi, tetapi distribusinya sering terlambat atau tidak merata.
- Pupuk: Disubsidi besar-besaran (Urea, NPK, SP36), namun stok dan distribusi sering bermasalah.
- Obat-obatan: Bebas dijual di pasaran, harga tidak dikontrol, seringkali mahal dan tidak efisien.
- Harga input berfluktuasi, tergantung pasokan dan distribusi.
Jepang:
- Harga sarana produksi relatif mahal, tapi disubsidi langsung ke petani atau melalui koperasi.
- Petani membeli lewat JA (Japan Agricultural Cooperatives) dengan kualitas dan harga yang transparan dan stabil.
- Negara melindungi petani dari fluktuasi harga input.
2. Harga Beras di Tingkat Petani
Indonesia:
- Harga beras ditentukan oleh pasar, tapi pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
- Sayangnya, HPP sering tidak sesuai dengan biaya produksi, apalagi saat panen raya.
- Petani sering menjual saat harga rendah karena kebutuhan likuiditas dan tidak ada sistem penyangga.