Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tidak Mau Menggambar Lagi

5 Desember 2019   01:39 Diperbarui: 5 Desember 2019   02:13 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tentu saja saya kesiangan, baik bangun tidur maupun tiba di lokasi. Meski badan terasa berat meninggalkan kasur busa dan udara buatan yang sepoi-sepoi, saya tetap hadir di lokasi setelah melewati perjalanan yang sedemikian aduhainya. Kebetulan urusan peletakan patok dan penerapan gambar bisa dilakukan oleh Pak Odang pada paginya.

Matahari tengah menyiram seluruh kegerahannya ke lahan terbuka. Sesekali angin bertiup dengan kencang, bahkan ada kalanya berputar. Debu-debu berputar, dan menerpa sekitar lokasi.

Saya duduk di sebuah batu besar untuk menemani para pekerja yang sedang mengerjakan pembuatan saluran drainase utama di antara Blok H dan J. Tidak ada pohon ataupun terpal. Saya memakai topi dan baju kaus lengan panjang.

Untuk mengusir kebosanan beserta kegerahan, saya membuka ponsel pintar. Membaca atau berkomentar di media sosial. Teknologi terkini memang sangat membantu saya untuk mengusir kebosanan.

Kalau jenuh di situ, saya beralih ke Blok H1 untuk mengawasi atau memberi instruksi pada pekerja di sana. Merekam atau mendokumentasikan pekerjaan pun saya lakukan. Beberapa di antaranya saya kirim ke Sarwan dan Bu Lia. Lalu duduk di sebuah batu.

Kebosanan dan kegerahan merupakan konsekuensi bagi saya sebagai tenaga lapangan. Biasa saja deh. Dan, terus terang, saya menyukai pekerjaan ini.

Akan tetapi, pekerjaan tambahan berupa menggambar, menghitung material serta anggarannya, bukanlah bagian yang diobrolkan sejak awal. Tentu saja, wajar dong, kalau saya mengalami kewalahan dalam bekerja.

Ponsel bersiul. Ada pesan yang masuk. Dari Sarwan. Pak Demun sudah datang, tulisnya.

Saya bangkit, merapikan pakaian, melangkah ke motor matik, dan bergegas ke kantor pemasaran. Saya tidak bisa mempercepat roda karena kondisi jalan masih berupa susunan batu, apalagi kehadiran saya tidaklah terlalu penting selain mendampingi Sarwan dan Bu Lia untuk membicarakan perihal gambar dan anggaran.

***

Sebuah kenyataan yang selalu berulang. Pada pertemuan di kantor pemasaran, jerih-payah saya semalam suntuk kembali menuai pembatalan. Sangat menyebalkan bagi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun