Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kelopak-kelopak Kamboja

15 Januari 2019   10:41 Diperbarui: 15 Januari 2019   12:42 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yang penting telah kutunaikan gejolak jiwaku sebab kemarin siang orang itu minta uang di luar prosedur atau aturan tertulis dalam legalisasi sertifikat tanah warisan kakek angkatku. Paman-paman dan bibi-bibiku selalu gagal mendapatkan hasilnya, meski entah sudah berapa banyak uang yang dilepaskan.

"Maklumlah, Pak, gaji kami tidak seberapa dibanding swasta. Kami lembur tidak dibayar. Urusan tanda tangan untuk tanah ini harus... "

Begitu alasannya seolah-olah harus, harus, dan harus apa saja yang bisa seperti sungai mengalir uang ke kantong-kantong ketika keluarga kami datang untuk menanyakan hasilnya. Termasuk ketika aku menghadap.

Dan, ya, harus kuselesaikan keharusan demi keharusan itu dengan sebutir timah panas. Tanpa perlu lantang dengan "dor!". Kurasa, penyelesaianku dengan diam saja itu sudah sangat tepat untuk menghentikannya dari belitan persoalan lembur tanpa dibayar.

Aku puas sekali, apalagi bisa menyaksikan acara terakhir di pemakaman semacam ini. Sementara beberapa orang berkasak-kusuk sambil melangkah perlahan ke luar kompleks pemakaman. Mereka melewati aku yang sedang berjongkok seolah sedang membersihkan sebuah makam.

"Dia teman baik, tidak pelit."


"Ya, dia selalu mengerti kekurangan teman. Aku pernah diberinya uang waktu nganggur tiga bulan."

"Dia sering membelikan beras untuk keluarga kami."

"Orang yang taat beribadah."

"Eh, kemarin dia menjanjikan uang untukku, katanya dari proyek jembatan lintas pulau."

"Oh, ya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun