Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Media Pelintir Menkominfo Johnny Plate sebagai Penggagas E-Voting

28 Maret 2022   11:25 Diperbarui: 28 Maret 2022   13:20 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Seminggu yang lalu beredar berita tentang Menkominfo Johnny G. Plate yang mengusulkan pemungutan suara pada pemilihan umum atau pemilu 2024 diselenggarakan melalui internet atau e-voting.

Media, termasuk Kompas.tv, juga mengutip pernyataan Johnny. Di antaranya, penggunaan teknologi digital yang menurut Johnny dinilai lebih efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pemilu.

Bukan Menlominfo Johnny Plate yang Mengusulkannya, tapi KPU

Benar, Menkominfo Johnny Plate memang mengatakan, ""Pengadopsian teknologi digital dalam Pemilu memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik, baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilu."

Johnny pun kemudian mencontohkan sejumlah negara yang telah menggunakan internet untuk pemungutan suara pemilu. Ditambahkan juga oleh Johnny, Estonia menjadi negara terdepan di dunia yang berhasil mengadopsi pemungutan suara secara digital.

Tetapi, fakta yang sebenarnya tidak demikian. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate bukanlah penggagas e-voting pada Pemilu 2024. Penggagas yang sebenarnya adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Ini baru pembicaraan dengan KPU. Ini kan baru gagasan di KPU. Jadi bukan Menteri Kominfo, ini gagasan KPU tapi karena KPU punya agenda digitalisasi pemilihan, iya saya hadir di sana memberikan penjelasan terkait dengan potret infrastruktur dan kesiapan," kata Johnny, saat ditemui di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pada 25 Maret 2020 seperti yang dikutip TVOneNews.com.

Bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia sudah siap melaksanakan pemilu dengan sistem e-voting. Pasalnya, pembangunan infrastruktur yang sudah semakin masif baik blockchain, pembangunan satelit dan mikrosefali penyiapan akses-akses internet Wifi di desa-desa, bahkan pembangunan Base Transceiver Station (BTS) telah lebih merata di tanah air.

"Apabila, KPU ingin meningkatkan layanan pemilihan umum melalui ekosistem digital. Apakah itu, elektronik counting ataupun elektronik voting. Kita, memberikan dukungan dan kita punya potensi untuk melakukannya," kata Menkominfo Johnny G Plate kepada media.

Menkominfo juga menegaskan bahwa keputusan berada di tangan KPU apakah pada pemilu mendatang akan dilakukan pemilihan secara digital.

Namun demikian, Menkominfo Johnny Plate juga mengingatkan KPU agar memastikan faktor security alias keamanan dengan menggunakan security sistem yang memadai, teknologi enkripsi yang kuat. Faktor keamanan dalam pelaksanaan e-voting ini sangat penting mengingat serangan cybernya saat ini yang begitu tinggi.

Jadi sangat jelas, Menkominfo Johnny Plate bukan penggagas e voting, apalagi jika e voting tersebut akan diterapkan pada Pemilu 2024. Kendati demikian, jika KPU akan menggelar Pemilu 2024 secara e-voting, Kemkominfo sudah menyiapkan infrastrukturnya.

Soal E-Voting, KPU seharusnya Bercermin pada Situng Pemilu 2019

Dari sisi infrastruktur, Indonesia memang relatif siap jika pemilu digelar secara online. Terlebih saat Pemilu 2024 digelar pada 14 Februari 2024, Satelit Satria-1 telah beroperasi.

Namun demikian, pemilu bukan hanya terkait teknologi, tetapi juga tingkat kepercayaan publik. Dan, jika bercermin pada proses penghitungan suara ala situng pada Pemilu 2019, tingkat kepercayaan terhadap proses penghitungan suara secara elektronik sangat rendah.

Bahkan, seperti pada artikel "Ini Indikasi Kuat Data Pilpres 2019 di Web KPU Sengaja Diubah?, petugas diduga kuat secara sengaja mengubah data.

Misalnya, di TPS 30, Bojongsari, Depok, Jawa Barat, uara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berubah dari 148 menjadi 3, sementara Jokowi-Ma'ruf Amin bertambah dari 63 suara menjadi 211 suara. 

Suara yang diraup Prabowo-Sandi menciut  dari 3 digit menjadi hanya 1 digit. Sementara, raihan suara Jokowi-Ma'ruf menggelembung dari 2 digit menjadi 3 digit.

Kemudian, sangat tidak masuk akal bila petugas salah mengetikkan "148" jadi "3" dan "63" menjadi "211".

Dari kasus di atas, sulit diterima akal sehat jika kesalahan itu terjadi karena human error. Karena seteledor-teledornya manusia sulit melakukan kesalahan di atas. 

Perbedaan data yang mencolok juga ditemukan pada TPS 48 Tanah Baru Depok, Jawa Barat. Pada TPS itu ditemukan ketidaksesuaian data antara pengguna hak pilih dan jumlah suara paslon, jumlah pemilih terdaftar adalah 305, pengguna hak pilih 252. Di tabel perolehan suara, pasangan 01 ditulis mendapat 235 suara, sementara pasangan 02 ditulis 114. 

Jika dijumlah, total suara kedua paslon adalah 349 suara. Jumlah tersebut melebihi jumlah pengguna hak pilih. Dari angka "235", "114", dan "349" jelas bukan faktor ketidaksengajaan melainkan mutlak kesengajaan. Sebab, angka "349" didapat dari penjumlahan "235" dan "114".

Dari kedua kasus tersebut saja, sudah bisa diduga kuat bila petugas penginput data C1 melakukannya dalam keadaan sadar.

Memang benar, data yang disajikan oleh Situng bukanlah data resmi Pilpres 2019. Karena KPU tidak menggunakan data hasil olahan Situng melainkan hasil rekap manual. Karenanya sangat tidak masuk akal bila ada kandidat yang melakukan kecurangan dengan mengubah data lewat situng.

Bisa diduga, apa yang bakal terjadi bila Pemilu 2024 digelar dengan menggunakan sistem e voting.

Untung Menkominfo Johnny Plate segera Meluruskannya

Jika KPU ngotot menggelar Pemilu 2024 dengan sistem e voting, bisa diprediksikan akan menimbulkan reaksi penolakan. Parahnya lagi KPU mengusulkan penggunaan e voting di tengah panas-panasnya wacana penundaan Pemilu 2024.

Dengan usulan tersebut, KPU bisa saja dituduh sebagai pihak yang dengan sengaja mengacaukan Pemilu 2024 dengan merusak kepercayaan publik. Apalagi Pemilu 2024 dihelat pada saat wilayah Indonesia tengah mengalami puncak musim hujan. Dan musim hujan bukan hanya mendatangkan bencana banjir, tetapi juga tanah longsor.

Karena waktu pelaksanaannya itu, seharusnya KPU lebih memikirkan persoalan pendistribusian logistik pemilu ke daerah-daerah yang sulit dijangkau pada saat musim hujan mencapai puncaknya, tenda TPS agar tahan terhadap terjangan badai, berkurangnya jumlah pemilih karena faktor hujan.

KPU juga semestinya belajar dari pemilu di Kongo 2015 yang mengalami penundaan hanya karena ibu kota negara itu diguyur hujan deras.

Untung saja Menkominfo Johnny Plate segera meluruskan pemberitaan tentang usulan e voting pada Pemilu 2024. Jika tidak, ia dan kementerian yang dipimpinnya akan dituduh sebagai salah satu aktor di balik upaya penundaan Pemilu 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun