Mohon tunggu...
Bambang Indri
Bambang Indri Mohon Tunggu... Guru - Guru

Dunia pendidikan dan dunia seni budaya tradisi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wayang Kulit Sebagai Media Pembelajaran Serat Tripama

2 Maret 2024   08:13 Diperbarui: 2 Maret 2024   08:40 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Serat Tripama adalah sebuah karya sastra Jawa di jaman Mangkunagara IV yang sekaligus sebagai pengarangnya. Di kalangan masyarakat Jawa, serat Tripama tidak akan didengar sebagai karya sastra yang asing, karena dalam serat ini mengandung ajaran-ajaran atau petuah-petuah yang dapat dijadikan pedoman sebagai seorang pemimpin. Sama halnya dengan karya-karya pujangga yang lain di bidang sastra Jawa, misalnya Serat Hasthabrata, kedua karya sastra ini mengandung tujuan yang sama yaitu memberikan contoh keteladanan sebagai seorang pemimpin yang baik. Serat Tripama menempatkan tiga tokoh wayang purwa sebagai contoh figur pemimpin yang baik yang dapat dijadikan contoh ataupun keteladanan bagi semua pemimpin di sepanjang masa. Ketiga contoh tokoh wayang tersebut diambil dari kisah Ramayana maupun kisah Mahabarata.

Pembelajaran Serat Tripama di jenjang SMA

Karya sastra Jawa sebenarnya sudah mulai diperkenalkan sejak dini, mulai dari jenjang Sekolah Dasar. Pada waktu SD, anak-anak sudah mengenal Mahabarata, Ramayana, Sotasoma dan sebagainya. Siswa SD juga sering diperkenalkan dengan cerita-cerita fabel yang sebenarnya cerita hewan-hewan ini terhimpun dalam salah satu karya sastra yang terkenal dengan nama Tantri Kamandaka.

Cerita-cerita tokoh legendaris Jawa diperkenalkan di jenjang SMP seperti Panji Asmoro, Sekartaji, Ragil Kuning, Galuh Candra Kirana, Keong Mas, dan sebagainya. Para siswa mengenal tokoh-tokoh Jawa yang terkenal dan melegenda ini akan dapat memupuk rasa cinta tanah air, cinta nusa dan bangsa, melestarikan budaya maupun kerifan lokal yang tumbuh seiring lajunya jaman.

Serat Tripama yang menggambarkan tiga tokoh wayang yang heroik dijaman Ramayana maupun Mahabarata diperkenalkan pada generasi muda jenjang SMA tingkat/kelas 3 (XII). Para siswa akan termotivasi untuk berlaku santun, bijaksana, mengetahui hal yang baik dan buruk yang dapat dipetik dari kisah tersebut.

Satu hal yang tak dapat dipisahkan dari kisah tersebut adalah contoh keteladanan. Jika tidak ditanamkan, dipupuk, nilai-nilai keteladanan, sopan santun, mawas diri dan sejenisnya lambat laun akan dikesampingkan seiring kemajuan jaman. Hal ini kadang dapat kita jumpai dalam lingkungan sehari-hari misalkan : anak muda berjalan melewati orang tua yang sedang duduk, jalannya tidak bungkuk, makan sambil bicara, bersiul di ruangan tertutup, dan sebagainya.

Siapakah tokoh Tripama itu ?

Tripama terdiri dari gabungan dua kata yaitu tri dan pama, tri artinya tiga dan pama artinya teladan. Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Tiga Suri Tauladan mengartikan Tripama artinya tiga suri tauladan. Tiga tokoh pewayangan yang dapat dijadikan contoh atau tauladan.

Siapakah ketiga tokoh pewayangan tersebut? Adalah Bambang Sumantri, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna. Bambang Sumantri adalah tokoh wayang kulit purwa dari cerita Ramayana. Raden Kumbakarna adalah tokoh wayang kulit purwa dari cerita Ramayana, sedangkan adipati Karna adalah tokoh wayang kulit purwa dari cerita Mahabarata.

Asal usul atau silsilah/genelogi dari ketiga tokoh tripama tersebut tidak akan diperinci disini, atau mungkin di kesempatan yang lain akan disajikan dalam artikel yang lain. Disini hanya menerangkan bahwa boneka wayang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang menarik daripada hanya dengan metode ceramah dan mendengarkan.Pemuda jaman sekarang sudah banyak yang melupakan atau bahkan tidak tau tentang budaya Jawa. Banyak sekali budaya Jawa yang ada sebagai kasanah budaya dan kearifan lokal, namun semua itu jika tidak terpelihara akan terkikis dan lama-lama punah atau hilang. Maka dari itu, generasi muda kita pahamkan, kita beri pengertian bahwa meskipun benda kuna, benda itu tradisi atau konvensional, jika dikemas menarik, benda tersebut akan tetap memiliki daya tarik dan nilai estetis yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun