Mohon tunggu...
Faizal Chandra
Faizal Chandra Mohon Tunggu... Relawan - Guru Matematika

terus belajar dan terus belajar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Editor Waktu (Bagian 1)

19 Maret 2018   10:17 Diperbarui: 19 Maret 2018   10:17 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://cdn2.tstatic.net

"Aku tunggu.." Wijaya menutup teleponnya.

Hari itu Wijaya sedang libur kuliah dan dia menghabiskan harinya di perpustakaan kota untuk mencari inspirasi, beberapa hari lagi adalah deadline cerpen dari majalah dimana dia telah menjadi penulis tetap di sana. Namun sampai hari itu dia belum juga menemukan ide untuk memulai cerita baru. Seharian ia habiskan untuk membaca novel-novel klasik dan beberapa buku-buku teori ilmiah. Saat pukul empat Sore, Wijaya pulang dari perpustakaan kota karena ingat dia punya janji dengan Sandy. Pukul 5 sore, seseorang mengetuk pintu rumah kontrakan yang ditempati Wijaya. "yo.. masuk.." Wijaya membuka pintu dan mempersilakan temanya masuk.

"Maaf lama. Aku beli buku di Toko buku tadi, sulit banget mencarinya makanya lama haha.." ujar Sandy, setelah dipersilakan masuk.

"Hahaha santai saja.."

"Wi.. kenapa beberapa bulan ini kau tidak menulis cerpen? Bukannya kau sudah jadi penulis tetap di Majalah itu?" tanya Sandy.

"Haha, aku lama-lama bisa gila san. Aku memutuskan untuk berhenti menulis kemarin, tapi editor dan pihak majalah ngeyel menyuruhku tetap jadi penulis mereka."

"gila kenapa? Justru kau gila jika kau memutuskan untuk berhenti menulis, bukannya menulis udah menjadi bagian dari hidupmu Wi? memang apa alasanmu?" pertanyaan Sandy memburu.

"Sepertinya walau kau tidak bertanya pun kau juga sudah tahu. Kau selalu baca tiap cerpenku kan? dan kau juga pasti melihat berita berita di koran Malang. Koran dan media informasi lain sering kali memuat berita yang identik dengan kisah dalam cerpen yang ku tulis sebelumnya. Kau tahu kalau cerpenku banyak yang sedih bahkan tragis, dan semua cerpenku identik dengan peristiwa-peristiwa itu, aku tahu ini sama sekali tidak masuk akal, tapi aku jadi merasa bersalah, seolah-olah semua terjadi gara-gara aku menulis cerita-cerita pendek itu San.."

"Bahkan sampai sekarang kau masih skeptis dengan kelebihanmu itu? Dan kau masih menganggap ini kebetulan?"

"Bukan tidak percaya, aku hanya merasa gila, bingung aku menjelaskannya San. Ini bukan kelebihan, ini kutukan!" sentak Wijaya.

"Kau bisa memprediksi masa depan lewat tulisan-tulisan fiksimu, dan itu bukan kebetulan, sudah berapa kali kebetulan itu terjadi, kebetulan yang selalu berulang terus menerus bukan kebetulan lagi namanya, Tuhan pasti punya alasan kenapa memberimu kemampuan seperti itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun