"Ya sudah deh mending kita makan aja, cerpenya aku bawa dulu wi, pengen ku baca." mereka berdua pun membeli nasi di kantin tersebut.
Berbulan-bulan kemudian setelah mereka membicarakan perihal cerpen yang ditulis Wijaya, Wijaya mulai menulis beberapa cerita pendek bergenre komedi. Ia mulai mencoba mengirimnya ke beberapa penerbit, dan hasilnya kini dia mulai menjadi penulis bulanan majalah remaja di kota Malang. Di suatu pagi, Wijaya sedang mengedit cerpen yang akan dia kirimkan bulan depan. Tiba-tiba Sandy berlari dari luar kelas, "Wi! gila!" teriaknya.
"Duh apa sih bikin kaget orang saja?!"
"Kau sudah dengar tidak? Si Ria.."
"Ria? Oh cewek unik itu, kenapa?" tanya Wijaya.
"Kemarin engkel kakinya cedera saat turnamen basket DBL, sekarang dia di rumah sakit."
"Hah? Jangan bercanda, mana mungkin!"
"Iya kan, masalahnya kejadian ini benar-benar mirip dengan yang kau tulis di ceritamu kan?"
"Oke ini benar-benar gila, oke cukup, aku jadi merasa bersalah nulis cerita ini." ujar Wijaya.
"Kenapa merasa bersalah, kejadian ini terjadi bukan karena kau menulis cerita itu, justru kau punya kemampuan untuk menulis kejadian yang akan terjadi."
"Hahaha cukup san, aku orangnya rasional, aku tidak percaya ramalan. Ini hanya sebuah kebetulan." Wijaya tetap skeptis.