Namun karena membantu bapak memanen buah pala juga di kampung kami ada hajatan orang meninggal maka saya urungkan niat itu. Sebab di kampung kami tradisi gotong royong itu masih kental dan kuat, ketika ada hajatan warga maka warga lain pun berbondong-bondong ke hajatan itu dan melakulan kerja-kerja yang sekecil-kecilnya sampai sebesarnya secara bersama.
"Fais, sebentar kita mancing yuk. Kebutulan kerja di hajatan keluarga Dakir suda selesai. Dan air laut juga sangat tenang." Ucap Fanter, rekan lama saya di selah-selah diskusi kecil yang kami bangun menjelang sore itu.
Mendengar ucapanya saya langsung mengiakan, "ayo Fanter, nanti ajak juga Dandi dan Ikra biar ramai-ramai, sudah lama sekali kita tidak habiskan waktu di laut." Seruh saya dengan nada bahagia.
"Oh iya Fais, kalau begitu ayo kita persiapkan alat mancing kita." Ucap Fanter.
"Tapi Fanter saya tidak punya umpan. Kau punya?"
"Ada Fais, banyak umpan saya di rumah. Sudah bergegas saja umpan nanti jadi urusan tanggungan saya."
Tidak menunggu lama, Fanter pun dengan semangat berlari menuju rumahnya untuk menyiapkan peralatan mancing. Dan saya juga demikian.
***
Sesaat kemudian kami sudah tiba di tempat perahu dengan peralatan mancing yang telah kami bawa dari rumah. Dandi, Ikra, Fanter, Opan dan Iki menjadi rekan mancing perdana saya. Dandi dan ikra memilih mengunakan satu perahu begitu juga dengan Fanter dan Iki. Sementara saya dan Opan memilih mengunakan perahu sendiri-sendiri.
"Fanter, ayo bagi umpannya. Biar lepas ini kita langsung pergi ke titik mancing masing-masing." Seru saya kepada Fanter.
Fanter langsung menuruti perkataan saya dan langsung melakukan pembagian umpan kepada kami. Setelah pembagian selesai kami lalu saling membantu mendorong perahu menuju air.