Angin berhembus pelan, di kejauhan speed boat terlihat bergerak cepat menuju utara. Iya, itu speed Sinar Lapao milik pak Rival yang hendak ke Ternate. Â Saya kemudian membakar kretek saya setelah sebatang sebelumnya suda habis saya lumat. Sudah lama umpan saya bermain-main dengan arus. Tapi serasa tidak ada ikan yang mau melahapnya. Gigit sedikit pun tidak.
Saya tarik kail dan memastikan umpan  saya sudah di lahap ikan kecil atau masih utuh. Dan setelah menariknua, umpan saya masih utuh terkait di kail. Saya lucurkan lagi dan menunggu lagi. Kembali saya bergurau dengan Fanter.
"Fanter, umpanmu sudah di lahap ikan bubara ya.?"
"Umpan saya juga serasa tidak mendapat sambaran Ter. Padahal sudah sekitar 30 menit."
Saya kembali menanti ikan-rakus itu. Tapi kondisinya sama saja, ikan serasa tidak mau makan. Padahal kata para nelayan air seperti ini pertanda ikan mulai rakus melumat umpan yang di tawarkan.
"Entah, ikan kita seperti sudah sarjana ya. Hampir setengah jam saya tunggu-tunggu dia tidak menyambar. Semakin pintar dia bahwa kita sedang memberi perangkap." Ucap saya ke Fanter.
"Iya, saya punya juga belum di sambar. Ikan disini sepertinya semua suda kanyang." Jawab fanter.
Saya lalu menarik kail dan memilih pindah posisi untuk sedikit masuk mendekati pantai. Dan fanter pun membunturi saya dari belakang. Titik kali ini kami pilih tepat di depan pasar, ini sesuai pengalaman saya dengan bapak dulu kami tarik banyak ikan disini.
"Kita coba disini, banyak ikan kakap biasanya." Ucap saya
"Oh iya Fais, kita coba disini jika tidak ada tanda kita geser dan gabung dengan konco kita di sana."
Sementara konco saya yang lain terlihat di kejauhan tenang tak bergeser. Kail saya luncurkan, tak lupa saya nyalakan kretek saya lagi sembari menunggu sambaran. Sesaat kemudian kail saya serasa berat. Dengan cepat saya tarik kail saya, dan ada seekor anak ikan kakap ukuran jari telunjung berhasil saya tangkap.