Mohon tunggu...
Rininda Mahardika
Rininda Mahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi bukanlah jalan untuk memperoleh kesenangan serta mengisi waktu luang belaka. Hobi merupakan ruang untuk menampung segala skill non akademis di setiap insan. Tidak peduli kau suka menulis ataupun menggambar. Semuanya akan menjadikan pundi-pundi uang atau bahkan media pembelajaran bagi siapa saja yang mengasahnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Hujan Berhenti

29 November 2022   08:13 Diperbarui: 29 November 2022   11:20 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen Sumber Gambar: Wattpad via Pinterest

Berbanding terbalik denganku, Yuki yang bermakna musim dingin memiliki kehangatan bagai selimut. Sedangkan Haru sang musim semi malah mempunyai kedinginan yang mampu membungkam manusia dalam diam. Sayangnya dia penyandang disabilitas. Kursi roda selalu menjadi alat geraknya di mana-mana.

"Aku naik lift. Lagian kamu ngapain sih ke tempat seperti ini? Ayo turun!"

Aku merentangkan kedua tangan. "Lihat pemandangan ini Yuki, bukankah itu indah? Kau pasti suka kan?"

Yuki menelengkan kepala heran. "Maaf Haru bukan maksud menghinamu tapi hanya ada pepohonan di sini dan bukannya kamu tidak bisa melihat?"

Jantungku seakan berhenti berdetak. Gigiku berderit, aku berjalan cepat ke arahnya dengan napas memburu lantaran menarik kerah kemejanya dengan kuat. "Apa?! Beraninya kau bicara seperti itu padaku!"

“Ha-Haru tunggu, a-aku hanya—” kata-katanya terputus bertepatan aku melayangkan bogem mentah ke arah pipi kanannya. Suara Yuki terdengar bergetar, kemejanya pun dipenuhi keringat dingin, ia gentar.

Satu pukulan cukup untuk menggulingkan laki-laki itu dari kursi roda. Dia jatuh tersungkur di permukaan lantai sambil memegangi pipinya yang mulai membiru. Aku sama sekali tak merasa bersalah.

Sungguh betapa teririsnya hatiku ketika sahabat sendiri mengatakan hal yang tidak-tidak. Sakit, teramat sakit. Padahal jelas-jelas di sana dirgantara terbentang luas di atas pemukiman warga serta gedung-gedung tinggi pencakar langit menjulang hingga ke awan.

Andai aku dapat terbang, melihat dunia dari ujung cakrawala. Pasti menyenangkan.

Aku menyatukan kedua telapak tangan, memejamkan mata erat-erat, dan memohon kepada Tuhan agar diberikan sepasang sayap yang indah. Tak perlu menunggu lama, impian jadi kenyataan aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Sepasang sayap putih berkilau seperti malaikat dan bulu-bulunya yang lembut.

Ini mustahil! Kukira hanya para malaikat saja yang mendapatkan sayap, ternyata aku salah. Bahkan lebih dari apa yang aku bayangkan. Sontak aku tertawa kegirangan. Aku melangkah mundur, mengambil ancang-ancang sebelum mencoba sayap baruku, lantaran berlari secepat kilat menembus awan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun