Telepon dari keluarga besar Rindu deras mengalir dengan sejuta cacian di hapenya. Sosial medianya juga dikomentari oleh seluruh orang yang mengenal istrinya itu.
Dan mengusap wajahnya kasar. Memandangi punggung istrinya, yang menghilang di balik pintu kamar untuk meletakkan bayi mereka di box-nya.
Tak lama Rindu muncul sembari menarik kopor besar dan sebuah map. Mata Rindu memandang wajah suaminya tajam. Dan tampak terkesimak sejenak, karena dia tak lagi melihat rindu dan cinta di dalam beningnya mata sang istri.
Tiba-tiba Dan merindukan tatapan hangat Rindu, dan usapan lembutnya di punggung saat pulang bekerja. Kini dia merasa sudah kehilangan sesuatu yang berharga itu.
"Kembalikan kunci, surat mobil, kartu ATM, kartu kredit dan pergilah dari sini bersama perempuan itu!" ujar Rindu dingin seraya mengangsurkan kopor dan menadahkan tangan kepada Dan.
"Eh, bagaimana bisa minta kunci mobil?" cegah Ria marah.
"Kamu, diam! Kamu pikir itu mobil siapa, hah? Mobilnya? Silahkan berjuang dapetin mobil sendiri ya, Nona, dari nol bersama pangeranmu ini!" sahut Rindu dengan tatapan sinis.
Rindu langsung menyambar kunci, STNK, kartu ATM dan kartu kreditnya yang disodorkan Dan dengan lesu. Diapun segera memberikan dengan kasar sebuah map besar pada Dan.
"Silahkan urus perceraian kita, kalo tak mau, aku yang akan maju sendiri, dengan semua bukti yang ada. Sekarang bawa wanita itu pergi dari sini, sebelum aku muntah melihatnya!" usir Rindu dengan kasar.
Dan menarik tangan Ria keluar dari rumah yang begitu banyak merubah hidupnya. Kini dia meninggalkan istri dan anak, yang begitu dicintainya, akibat kebodohan sendiri. Dan malu untuk memohon kesempatan lagi pada Rindu.
Apalagi Ria sudah begitu bertingkahnya saat di hadapan Rindu tadi. Kini Ria mulai kelihatan watak aslinya. Setelah Dan menyerahkan mobil dan kartu keuangan yang memang milik Rindu itu, Ria tampak memandang jijik pada Dan.Tak lagi semanis seperti kemarin.