Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pembebasan Hasrat: Keluar dari Ruang Kosong (Bagian 2)

29 November 2022   13:05 Diperbarui: 17 Januari 2024   09:50 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hari Solidaritas Internasional untuk Palestina (Sumber gambar: dreamstime.com)

Pembentukan wilayah kemunculan aliran produksi hasrat menghubungkan dirinya dengan mesin pemodal dari Amerika Serikat memposisikan dirinya pada pseudo-mediator dalam konflik dan kekerasan antara Israel dan Palestina, yang tidak tanggung-tanggung memberi bantuan 3,8 milyar dollar per tahun dalam bentuk bantuan militer pada Israel

Relasi produksi antara hasrat dan sosial, antara produksi atas produksi dan eksploitasi demi ekspolitasi lainnya terus-menerus telah melampaui teritorinya sendiri tanpa bertempat atau ‘tanpa proses teritori’ (reteritorialisasi).

Kedua, “permainan tanpa aturan” yang dimainkan sering dilanggar atau digubris oleh Israel atas Palestina, yang ditandai dengan pertukaran kesepakatan damai melalui pendudukan atau perluasan teritori Israel sebagai ‘Pusat’ atas Palestina sebagai ‘Pinggiran’, ‘lemah’, dan semakin ‘ciut’ ruang teritorialnya. Mesin teritorial bermain di atas panggung peristiwa suksesif, krisis, atau konstelasi politik, yang bertitik tolak di sekitar pertengahan abad kedua puluh.

Noam Chomsky, kritikus terdepan terhadap permasalahan Gaza. Dia menyebut Israel dari hari sejak awal penjajahan Zionis yang tidak memunculkan ucapan dan teks, kata-kata atau diskursus, kecuali Arab tidak punya alasan nyata berbicara untuk berada di Palestina.

Ketiga, Israel dalam relasi dominasi di antara pendukungnya telah membicarakan tuntutan atas “hak untuk eksis” sebagai pertimbangan yang harus dipenuhi oleh Palestina sepanjang berlangsung proses perdamaian.

Suatu hal tidak terlupakan yang mengiringi relasi antara kuasa dan dikuasai, syarat dan tuntutan adalah “hak untuk membela diri” (right to defence itself)

Kata lain, atas alasan apapun, bukan hak Palestina untuk tanah yang dijanjikan. Seperti Immanuel Levinas meletakkan ‘wajah-ke-wajah dengan sang Lain’, ternyata menggiring penyelesaian permasalahan Palestina dalam ruang kosong.

Begitu pula ritus-ritus kuasa, simulakra, penghancuran kreatif, mesin despotik, hipokrit, dan teritori primitif diluapi dengan retorika yang sedang kita geluti saat ini. Hal lain, pemenuhan hak yang disepakati secara sepihak dengan iming-iming materi akan terjatuh dalam kekosongan.

Saya bergeming pada tema pembebasan hasrat dari penindasan. 

Setiap orang yang memiliki hati njurani akan melihat betapa penindasan atau penjajahan sebagai anti kemanusiaan.

Kita sadar, bahwa orang-orang yang berbicara dengan dirinya sendiri. Lalu, mereka menjerit dalam ruang kosong bukanlah gambaran tanpa persepsi inderawi tentang ruang perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun