Mohon tunggu...
Erik nugroho
Erik nugroho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Belum bekerja

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pembaruan Hukum Perdata Islam

18 Maret 2024   23:25 Diperbarui: 19 Maret 2024   00:01 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

  Sayatan yang memilukan, tak henti-hentinya Sditorehkan kepada aparat penegak hukum utamanya insan-insan pengadil, manakala mereka berhadapan dengan perkara yang melibatkan perempuan kemudian putusannya dinilai tidak 'memihak perempuan. Tudingan yang menyudutkan kemudian mereka tuai, mereka dianggap tidak memiliki apa yang digaungkan sebagai sensitifitas gender, lebih sadis dari itu, mereka dilabel tidak melek gender. 

  Pemaknaan sensitiftas gender yang sering dikumandangkan itu, lebih bermaksud menunjuk kalangan perempuan sebagai objeknya. Bagi mereka (yang menggaungkan keadilan gender berlebihan), manakala berhadapan dengan hukum, perempuan senantiasa dirugikan. Hak-hak merekadiabaikan karena dianggap 'makhluk kelas dua'. Sikap terhadap mereka pun cenderung kasar saat berhadapan dengan hukum keluarga, mencederai halusnya psikis kaum hawa. Bagi mereka, pengadilan agama khususnya, telah dinaungi oleh unsur warisan turun temurun yang disebut superioritas laki-laki dan/atau ideologi patriarki yang mereka sebut fikih patriarkis, sebaliknya perempuan berada di titik subordinatif.

A. Kesamaan dan Perbedaan Laki Perempuan Dalam Takaran Normatif  

   Kesalahan yang fatal tetapi tidak kunjung disadari oleh mereka yang menyanjung keadilan gender adalah bahwa perbedaan antara laki- laki dan perempuan itu adalah bentuk diskriminasi dan merupakan bentuk ketidakadilan karena tidak sesuai dengan maksud kemaslahatan (menurut mereka). Menurut mereka pula, Al Quran sendiri menghendaki kesamaan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, sehingga saat dijumpai berseraknya warna laki-laki/patriarki dalam fikih-fikih dan tafsir-tafsir klasik, kemudian mereka sebut sebagai kekeliruan kultural yang berlanjut menjadi kekeliruan struktural sosial kemasyarakatan. Yang sangat miris, mereka tega menyebut bahwa ayat al Quran antar satu ayat dan ayat lainnya, atau antar ayat al Quran dan teks Sunnah, terjadi pertentangan. Satu sisi menyanjung perempuan, di sisi lain merendahkan perempuan. Padahal ma'ani (makna-makna esensi) berikut teks-teks al Quran itu datang dari sisi Allah swt (min 'indillah), bukan datang dari selain Allah swt (min 'indi ghairillah) yang pasti akan ditemukan banyak bentuk kontradiksi di dalamnya. (perhatikan surah al Nisaa' ayat 82).

   Setelah dogma itu ditelan bulat bulat, mereka lalu secara yakin memberi label patriarki terhadap kajian-kajian hukum fuqaha' dan mufassirin terdahulu, sebagai sebuah subjektifitas. Mereka menilai, kalangan fuqaha' dan mufassirin itu tidak jujur (honesty), tidak sungguh- Sungguh (diligency) dan cenderung tidak mampu mengendalikan diri (self-restraint) manakala berhadapan dengan teks-teks terkait perempuan dan laki-laki manakala berhada unggulkan laki-laki. Kemudian many memuja rasionalitas (reasonableness) di atas ambang sakralitas wahyu alutatia pasionalitas baru yang cenderung kon getite dengan anda dan menggelarinya sebagai keadilan gender.

  Ada satu kalimat kunci yang menurut penulis, besar pengaruhnya dalam terma keadilan gender yang mereka usung, yaitu keadilan itu artinya sama. Laki-laki diberikan hak talak, perempuan pun harus punya hak talak, laki-laki punya hak rujuk, perempuan pun harus punya hak menolak rujuk, laki-laki menjadi wali dalam nikah, perempuan pun dapat menjadi wali dalam nikah, perempuan bisa nusyuz, laki-laki pun dapat musyuz, muthallaqah menjalani masa tunggul 'iddah, laki-laki pun harus menunggu selama masa itu sebagai syibh 'iddah, sampai pada aspek ibadah tanpa terkecuali pun jika mungkin disamakan kenapa tidak. Dan manakala itu terjadi secara setara dan sama, saat itulah hukum atau kehidupan telah dapat dicap berkeadilan gender. Penulis justru tidak membayangkan adanya kemaslahatan kehidupan duniawi dalam situasi yang 'sama' sedemikian itu. Karena 'sama' yang dikehendaki agama, adalah dalam porsi yang seimbang dan proporsional sesuai taklif yang diemban berdasarkan nash syara' yang ada, bukan asal sama sebagaimana yang berkembang di Barat yang telah terlanjur menjadi kiblat. 

B. Porsi Laki-Perempuan Dalam Materi Hukum Perdata Islam

   Pengadilan Agama dalam menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara hukum keluarga Islam, setidaknya mengacu kepada beberapa peraturan perundangan sebagai materiilnya dan beberapa kekhususan hukum formil. Di antara peraturan itu, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama dan Perubahannya (khususnya hukum formil). Selain itu, yang juga kental dirasakan sebagai bahan materiil praktik hukum keluarga Islam di Indonesia adalah Kompilasi Hukum Islam yang keberlakuannya berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Meski beberapa bahan baku hukum itu sudah tersedia, namun untuk mempertajam pertimbangan hukum, para Hakim Agama juga tidak jarang merujuk kepada pendapat-pendapat hukum para fuqaha' yang terserak dalam banyak kitab kuning/klasik.

   Di antara butir ketentuan hukum positif yang kemudian menuai gugatan dari kalangan pejuang keadilan gender termasuk yang sudah disinggung di atas, adalah seputar ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Legalitas suami beristeri lebih dari seorang (poligami/poligini):

2. Wali dalam nikah hanya laki-laki

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun