Mohon tunggu...
Erik nugroho
Erik nugroho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Belum bekerja

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pembaruan Hukum Perdata Islam

18 Maret 2024   23:25 Diperbarui: 19 Maret 2024   00:01 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

  Dalam perjalanannya, kehidupan rumah tangga dan perkawinan itu, tak dapat dipungkiri, mengalami banyak pergeseran nilai. Pergeseran yang merupakan bagian dari keniscayaan putaran roda kehidupan. Atas nama peradaban, terkadang pergeseran itu secara sadar diterima. Perkawinan itu sendiri, yang sejatinya landasan pacu rumah tangga dan hukum-hukum keluarga yang dibangunnya, hampir kehilangan sakralitasnya sebagai mitsaqan ghalizan. Pengabaian sekelompok besar masyarakat muslim terhadap ketentuan pencatatan nikah, menjadi salah satu indikasi tergerusnya nilai luhur pernikahan. Belum lagi, perkawinan-perkawinan yang hanya diperankan sebagai solusi sosial atas runyamnya pergaulan muda-mudi, kemudian berakhir teramat singkat di meja hijau, menjadi kabar bahwa keberkahan perkawinan telah jauh meninggalkan pelaksananya. 

   Paragraf tersebut ingin mengatakan bahwa, harmonisasi rumah tangga, telah bermula dari bagaimana perkawinan itu dibangun. Motifasi, kesiapan mental, kecukupan biaya, dil. Kendati demikian, tidak semua kesulitan dalam membina rumah tangga itu merupakan indikasi hilangnya keberkahan. Karena bangunan rumah tangga seolah menjadi satu kesatuan paket antara ujian dan kebahagiaan. Banyak masalah rumah tangga muncul sebagai siasat Tuhan menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga. Hanya saja, sikap suami atau istri dalam menghadapi permasalahan itu, teramat sangat bervariasi. Hal itu lah yang lambat-laun tanpa disadari, memberi citra tertentu terhadap lembaga perkawinan.

  Undang-Undang Perkawinan yang lahir di tahun 1974, sangat terasa mengandung pesan-pesan tertentu tentang persamaan hak kaum perempuan. Lahirnya Undang-Undang Perkawinan pada tanggal 2 Januari 1974, merupakan puncak kulminasi dari tarik ulur kepentingan antara gerakan kaum perempuan yang telah ada di era kemerdekaan dan idealisme umat Islam yang diwakili Fraksi/Partai PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Lebih dari tiga dasawarsa konflik positivisasi perkawinan terkatung-katung. Penyebabnya bermuara seputar pasal-pasal mengenai hak-hak perempuan, persamaan gender, termasuk di dalamnya poligami.

  Dalam pasal-pasal 35 s.d. 37 Undang-Undang Perkawinan, ketentuan tentang harta bersama diatur sedemikian rupa. Sebagaimana Bab XIII pasal-pasal 85 s.d. 97 Kompilasi Hukum Islam. Dari ketentuan- ketentuan tersebut, dapat disampaikan beberapa poin:

a. Yang disebut harta bersama adalah harta yang diperoleh terbatas hanya selama perkawinan dalam konteks membangun rumah tangga, bukan yang merupakan pemberian yang sifatnya pribadi (waris, hibah, hadiah pribadi, dll), tidak peduli siapa yang memperolehnya.

b. Dalam hal cerai hidup atau mati, harta bersama dibagi masing- masing separoh.

c. Besaran dan/atau keberadaan harta bersama dalam perkawinan bersifat relatif, karena dapat ditentukan secara khusus dalam perjajian perkawinan.

d. Perkawinan tidak menjadi sebab bercampurnya harta suami-istri, namun dapat bercampur atas dasar perjanjian perkawinan.

e. Penyelesaian sengketa harta bersama dilakukan menurut ketentuan hukum yang bersangkutan, baik agama, adat, dll. 

   Ada setidaknya dua hal yang cukup signifikan. 1) pengertian harta bersama, 2) penyelesaian sengketa harta bersama diatur menurut hukumnya (Islam).

B. Tolak Ukur Keberkahan Istri Dalam Harta Bersama

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun