Mohon tunggu...
Enik Rusmiati
Enik Rusmiati Mohon Tunggu... Guru

Yang membedakan kita hari ini dengan satu tahun yang akan datang adalah buku-buku yang kita baca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perpustakaan, Jantung yang Sering Dilupakan

20 September 2025   14:12 Diperbarui: 21 September 2025   09:53 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Perpustakaan di sekolah. (Foto: KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH)

Ada satu ungkapan lama yang hingga kini masih terngiang-ngiang di telinga saya, "Perpustakaan adalah jantung sekolah." 

Ungkapan sederhana ini mengingatkan kita bahwa sebagaimana jantung memompa darah ke seluruh tubuh, perpustakaanlah yang memompa pengetahuan ke seluruh bagian sekolah. 

Jika jantung berhenti berdetak, maka organ lain ikut berhenti bekerja. Begitu pula jika perpustakaan mati suri, maka denyut budaya membaca juga akan ikut melemah.

Namun, harus saya akui, menghidupkan budaya membaca di sekolah bukanlah perkara mudah. Ada hambatan besar yang berasal dari akar budaya di rumah dan lingkungan masyarakat. 

Banyak orang tua belum menanamkan kebiasaan membaca sejak dini. Anak-anak lebih akrab dengan budaya menonton, bermain gawai, atau berbincang tanpa arah ketimbang membuka buku. Maka ketika saya mendapat amanah menjadi kepala perpustakaan sejak tahun 2019, tantangan itu terasa seperti mendaki gunung yang tinggi.

Meski begitu, saya meyakini bahwa setiap gunung pasti memiliki jalan menuju puncak. Sejak saat itu saya bertekad mengubah wajah perpustakaan dari sekadar gudang buku berdebu menjadi ruang hidup yang mengundang siswa untuk datang, betah berlama-lama, dan akhirnya mencintai membaca.

Dari Gudang Buku Menjadi Ruang Hidup

Perubahan pertama yang saya lakukan adalah mengubah citra perpustakaan. Tidak boleh lagi dipandang sebagai ruangan sepi, berisi rak kayu tinggi dan tumpukan buku yang terasing. Perpustakaan harus menjadi tempat yang ramah, interaktif, bahkan menyenangkan.

Saya pernah menuliskan pengalaman ini di Kompasiana , "Inilah 10 Cara Mengubah Gudang Buku Menjadi Perpustakaan Keren", bagaimana usaha menghidupkan perpustakaan harus dimulai dari niat untuk mengganti gudang buku menjadi ruang hidup.

Sejak itu, saya terus mencari cara agar siswa merasa bangga datang ke perpustakaan. Saya sebut mereka sebagai "pemustaka baper"  bukan dalam arti baper yang cengeng, tapi bangga terhadap perpustakaan. Pengalaman ini saya tuangkan dalam tulisan saya, "4 Strategi yang Dapat Dilakukan Pustakawan Guna Menarik Minat Baca"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun