"Ya ke dokter pak, ngantri. Cari dokter yang murah yang langsung dapat obat. Kita nggak punya BPJS, karena nggak kuat bayar iurannya." Kata istriku ketus.
Aku menghela napas. Listi makin galak akhir-akhir ini. Dia bukan lagi Listi yang ku kenal  dulu, yang lembut dan sabar.
Setelah Brian tidur, aku kembali menanyai Listi.
"Kamu dapat uang dari mana bu?"
"Dari bu Silfie." Katanya.
"Kok bisa bu Silfie kasih uang?"
"Saya nyuci, ngepel, gosok di rumahnya, saya bilang sama bu Silfie, Brian sakit, saya perlu uang untuk berobat, dan saya minta diberi pekerjaan untung bu Silfie mau kasih saya pekerjaan dan memberi upah pada saya 2X lipat daripada standard upah biasa." Â Listi menjawab
"Bu!!!! Kamu ini ibu gembala, apa kata jemaat kalau lihat ibu gembalanya jadi pembantu?" Kali ini aku benar-benar marah.
"Ibu Gembala? Malu dilihat Jemaat? Hoi.... ingat pak, kamu itu nggak punya jemaat dan kamu bukan gembala jemaat gereja manapun!!" Listi menjawab dengan lebih galak.
Aku belum sempat membuka mulutku lagi ketika Listi melanjutkan kata-katanya
:Seharusnya kamu bekerja, cari uang, jadi tukang kebon, jadi tukang sapu, jadi tukang sampah, itu lebih baik daripada kamu bersembunyi dibalik status pendetamu itu untuk menutupi kemalasanmu mencari nafkah menghidupi anak istrimu!!!! Â Dulu aku mau menikah dengan kamu, karena aku kira kamu seorang pendeta beneran, ternyata kamu hanya pemalas yang berlindung dibalik status pendeta!!!"