Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hujan yang Memilih Mati Bunuh Diri

19 November 2021   04:39 Diperbarui: 19 November 2021   04:44 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Shutterstock

Di pelataran hari, pagi menggigil ditumpahi hujan. Matahari kehilangan lampu. Cahayanya tertinggal di sudut keranda kabut.

"Kita adalah sepasang kekasih!" Hujan merayu pagi. Tempiasnya mengayun garang. Seperti sabetan pedang.

Tapi pagi tetap harus pergi. Memenuhi panggilan waktu.

Hujan enggan kesepian. Ia lari lintang pukang. Mengejar bayang pagi yang mulai pudar. Sesekali ia jatuh, terjerembab ke dalam gorong-gorong air yang dipenuhi sampah.

"Dengar. Kita sudah ditakdirkan menjadi sepasang kekasih!" Hujan meracau kacau, sekali lagi. Tapi pagi tak lagi hirau. Pagi terus saja pergi meninggalkan hujan sendirian.

"Ini patah hati yang kesekian." Hujan meratapi nasib pedih yang berulang.

Di bawah kuntum plumeria hujan memutuskan mengakhiri perjalanan.

Di atas kabel listrik yang berjuntai gagak-gagak hitam bersorak kegirangan, "Horeeeee...hujan mati bunuh diri!"

Di lanskap langit, matahari menemukan kembali lampu ajaibnya yang tercuri.

***

Malang, 19 November 2021

Lilik Fatimah Azzahra

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun