Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Atasi Bunuh Diri

17 Maret 2024   22:22 Diperbarui: 19 Maret 2024   20:30 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu, media kompas meletakan pemberitaan tentang bunuh diri di halaman depan, tentu berita ini menjadi isu yang marak dibicarakan terkait peningkatan angka bunuh diri akhir-akhir ini. Pilihan mengakhiri kehidupan hari ini dengan bunuh diri memiliki beragam sebab dan alasan. Namun umumnya memiliki satu kesamaan tujuan, yaitu kepenatan hidup yang tidak berdaya lagi untuk diperjuangkan, serta tiadanya saluran untuk mengungkapkannya juga adanya pandangan bahwa kehidupan hari ini adalah kehidupan terakhir tiada kehidupan lagi setelah kematian.

Sebagai pendidik juga terapis mental, penulis pernah berhadapan langsung dengan klien yang memang telah melakukan tindakan bunuh diri lebih dari 1 kali. Waktu itu penulis juga sangat kaget, karena ini adalah klien penulis yang pertama yang telah melakukan bunuh diri namun gagal meninggal.

Sang ibu dari klien penulis ini sangat cemas terkait permasalahan anaknya, dan akhirnya mendapat referensi untuk bertemu dengan penulis. Sang Ibu sangat kebingungan, dan tidak memahami kenapa hal ini bisa terjadi. Umumnya keluarga melihat perilaku anak ini (waktu itu berusia dua puluh tahun) sebagai perilaku yang lahir dari pergaulan yang salah yang didapat dari luar rumah, mereka tidak memahaminya bahwa jawaban bunuh diri atas kekalutan hidup anaknya ini datang malah dari rumah.

Rumah tempat anak hidup terdapat perbedaan nilai yang dijunjung. Salah satunya adanya pihak lain yang ikut melakukan pengasuhan dengan cara yang berbeda 180o. Hal ini membuat sang anak melakukan perbandingan dan kehilangan arah terhadap nilai yang ingin dituju. Belum lagi, kesibukan orangtuanya yang tidak memberi ruang untuk dialog, serta bermain juga waktu bersama berkualitas, menjadi sebab-sebab sang anak menjadi semakin terprogram dalam kesendirian, bah terombang-ambing di tengah samudera luas dengan ombak kehidupan yang datang silih berganti. Ini adalah bagian dari cerita yang disampaikan sang klien.

Upaya bunuh diri dapat merupakan buah dari benih yang ditanam dan disuburkan oleh keburukan dalam pengasuhan. Walau orangtua berpendidikan tinggi, bahwa mungkin berprofesi sebagai pejabat, atau petinggi agama atau profesi apapun yang terhormat, ini tidak menjadi garansi untuk memberikan ruang kepada sang anak agar tumbuh mental yang berani menghadapi perubahan atau masalah.

Kerapuhan dalam pengasuhan menjadi salah satu sebab dalam membangun generasi yang rentan bunuh diri. Untuk itu generasi rentan bunuh diri bukan sebuah reaksi spontan yang datang tiba-tiba, namun sebagai salah satu buah dari tanaman pengasuhan yang kurang baik yang dilakukan oleh orangtua atau orang dewasa yang ada di dekat sang anak.

Di saat penulis melakukan pendekatan kepada klien penulis yang waktu itu masih kuliah dan telah melakukan cuti 3 semester, penulis mendapatkan cerita kecilnya yang memang cukup tragis sehingga sang klien kehilangan keinginan untuk hidup. Klien bercerita detail tentang masa kecilnya dari usia pra SD hingga SD (sekolah dasar). Untunglah penulis dan klien dapat membina hubungan yang baik padahal baru bertemu dalam waktu beberapa menit, namun klien merasa lebih lega dan percaya kepada penulis untuk dapat mendengarkan keluh kesahnya.

Bahkan klien bercerita bagaimana ia menggunakan mesin pencarian agar dapat melakukan bunuh diri tanpa mengeluarkan darah dan lebih menenangkan. Sungguh cerita ini membuat penulis semakin memahami betapa masa anak adalah masa rentang bagi mereka untuk diberi pengasuhan yang tepat. Mereka mudah sekali merekam segala hal khususnya yang membuat ia tercekam atau membuat ia bahagia.

Dari ungkapan yang disampaikan oleh klien di atas, memberikan penjelasan salah satu sebab persoalan angka bunuh diri yang meningkat di negara kita yaitu hal ini menjadi bagian dari koreksi kesehatan keluarga Indonesia. Saat ini semakin maju teknologi, dengan pendapatan perkapita negara yang meningkat ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesehatan keluarga khususnya kesehatan pengasuhan orangtua ke anaknya.

Orangtua lebih sering menghabiskan waktu untuk bekerja, bersosialita dengan media sosialnya, juga mengurusi organisasi, mengurusi kegiatan yang sangat menyita waktu yang awalnya untuk menghidupi keluarga, mencukupi kebutuhan material keluarga, namun melupakan kebutuhan immaterial yang juga penting untuk anaknya seperti waktu bersama, dialog, bermain bersama, bergurau bersama dan kebersamaan lainnya.

Sebelum terlambat, sebelum kesedihan menjadi beban kehidupan kita, mari para orangtua segeralah untuk kembali ke rumah, ajaklah anak-anak mu bermain bersama kalian, bercengkrama yang hangat bersama mereka, berdialog dan berdiskusi rencana-rencana liburan yang menyenangkan, stop untuk hanya sibuk urusan status media sosial, perhatikanlah buah hati kalian, mereka adalah generasi penerus keluarga kalian, jadi berilah waktu berkualitas dengan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun