Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cersil | Kembang Pemikat Cinta [Bag.3]

28 September 2018   19:51 Diperbarui: 26 Desember 2020   04:55 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: amazingpict.com

Kisah sebelumnya:Pertemuan antara Mbah Brojo dan Nini Surkanti akhirnya menguak jati diri Sri Kantil yang sebenarnya. Usai membeberkan semuanya,  perempuan tua itu raib meninggalkan Mbah Brojo.

--------------

Nini Surkanti menghempaskan tubuh di atas amben. Napasnya tersengal-sengal. Peluh membasahi kening dan pipinya yang keriput.

Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak. Dengan napas masih memburu ia bergegas bangun, duduk bersila, meletakkan kedua tangan di atas paha. Mata lelahnya terpejam rapat-rapat. Lalu ia mulai berkonsentrasi. Memusatkan pikiran dan hati pada satu titik.

Meski begitu tetap saja ia tidak berhasil mengusir bayang-bayang masa lalu yang muncul samar-samar kemudian secara perlahan menjadi semakin nyata.

Puluhan tahun silam, Nini Surkanti adalah sosok pendekar cantik yang amat disegani. Orang-orang memberinya gelar Dewi Rembulan. Karena memang wajahnya bersinar seperti rembulan. Dan ia memiliki senjata ampuh. Selendang pelangi. Selendang itu bisa berubah menjadi sebatang besi berapi jika Nini Surkanti memilin-milinnya.

Di jagat dunia persilatan semua mengenal sosok Nini Surkanti. Bukan hanya kecantikannya yang memukau, melainkan juga karena ilmu yang dimilikinya cukup tinggi.

Tidak mengherankan, sebab ayahnya--Ki Basworo Yudho adalah seorang guru besar pemilik padepokan Reksokumbolo yang amat tersohor. 

Nini Surkanti tinggal berdua bersama ayahandanya. Ibunya, Nyai Dandang Wilis meninggal dunia saat ia masih bayi.

Sebagai anak semata wayang Nini Surkanti tentu saja mewarisi segala ilmu kesaktian yang dimiliki ayahnya. Ia digembleng sedemikian rupa. Ketika sang ayah tutup usia karena sakit, Nini Surkanti --yang kala itu sudah menjelma menjadi seorang gadis, sudah khatam segala ilmu kadigdayan dan kanuragan peninggalan ayahandanya. 

Padepokan Reksokumbolo pun beralih di bawah kepemimpinan Nini Surkanti. Bersama beberapa murid almarhum Ki Basworo Yudho yang masih setia tinggal di padepokan, Nini Surkanti melanjutkan misi mengajar ilmu persilatan aliran putih.

Salah seorang murid padepokan bernama Brojosamusti, asal kampung seberang, selain memiliki wajah yang rupawan, ia adalah seorang pemuda yang trengginas. Cepat tanggap dalam menghadapi segala hal. Di samping itu ilmu kanuragan yang dimilikinya juga bisa diandalkan.

Bersama pemuda itu Nini Surkanti mengajarkan ilmu-ilmu silat warisan ayahandanya. 

Dan bisa ditebak. Akibat sering bertemu dan berinteraksi, keduanya saling jatuh hati. Brojosamusti akhirnya memberanikan diri melamar Nini Surkanti. 

Gayung pun bersambut. Nini Surkanti bersedia dipersunting oleh pemuda pujaan hatinya itu.

Melewati sekian tahun pernikahan, kehidupan rumah tangga mereka berjalan baik-baik saja. 

Sampai suatu hari datang gadis itu. Gadis cantik bernama Roro Saruem. 

***  

Pada awalnya Nini Surkanti sama sekali tidak menaruh curiga terhadap sikap dan perilaku suaminya. Meski kasak kusuk mulai terdengar. Bahkan beberapa siswa padepokan diam-diam kerap membicarakan hubungan istimewa antara Ki Brojosamusti dengan Roro Saruem--siswi baru itu. Tapi tak satu pun dari mereka yang berani melaporkan kepada Nini Surkanti.

Pada suatu malam di bulan purnama, Nini Surkanti tanpa sengaja memergoki suaminya tengah berada di dalam kamar Roro Saruem. Seketika amarah perempuan itu meledak tak terbendung.

"Biadab sekali kalian berdua!" Nini Surkanti mengamuk bak singa betina yang terluka. Ia mengobrak-abrik semua benda yang berada di hadapannya.

"Hentikan, Ni! Aku mengaku salah!" Ki Brojosamusti berusaha menenangkan istrinya. Tapi gagal. Tahu sendiri, bukan? Bagaimana perempuan jika hatinya sudah tersakiti? Ia bisa berubah menjadi gunung berapi yang siap memuntahkan lahar.

Dan apa yang dikhawatirkan Ki Brojosamusti terjadi. Nini Surkanti tidak lagi menggunakan tangan kosong saat melampiaskan amarahnya. Ia meraih selendang pelanginya. Tentu saja itu membuat hati Ki Brojosamusti menciut.

"Ni! Jangan gunakan senjata itu!" Ki Brojosamusti berusaha mencegah.

Tapi terlambat. Nini Surkanti sudah memilin-milin selendangnya dengan mata memerah. 

Lalu tanpa ampun ia mengarahkan selendang yang sudah berubah menjadi batang besi berapi itu ke arah wajah Roro Saruem.

***

Pada detik-detik mencemaskan, Ki Brojosamusti bertindak sigap. Ia meraih tubuh Roro Saruem dan membawanya pergi menggunakan aji Panglimunan. Nini Surkanti kehilangan jejak. Dan sebagai pelampiasan kemarahan, perempuan yang sudah kalap itu membakar apa saja yang ada di sekitarnya. Termasuk kamar Roro Saruem beserta isinya. Juga padepokan menggunakan besi berapi yang menyala-nyala.

Tak seorang pun mampu menghalangi sepak terjang Nini Surkanti. Semua ketakutan oleh amarah yang membabi buta.

Padepokan Reksokumbolo akhirnya musnah. Tinggal puing-puing bangunan tak berguna.

Sejak saat itu Nini Surkanti mulai hidup mengelana. Menggelandang dari satu tempat ke tempat lain membawa luka hati yang sulit tersembuhkan.

Pada pengembaraannya di tahun ketiga, ia bertemu pendekar beraliran ilmu hitam bernama Kebodarueng. Dari pendekar inilah Nini Surkanti mendapatkan aji Rawarontek dan ilmu-ilmu hitam yang lain.

Lelamun Nini Surkanti sejenak berhenti sampai di situ.

Kembali ia meraba dadanya yang sakit. Lalu mendesah panjang. Teringat perjalanan hidupnya yang sangat pahit.

Ia lalu terkenang akan satu hal. Untuk menjadi murid Kebodarueng ia harus membayar harga teramat mahal. Bertahun-tahun demi mendapat ilmu kesaktian ia rela mengabdi kepada pendekar bergelar Dewa Ambu Api itu. Ia juga harus merelakan dirinya menjadi kembang pemikat cinta bagi lelaki yang terkenal beringasan itu.

Hari ini--beberapa jam yang lalu ia bertemu Ki Brojosamusti, suaminya yang puluhan tahun dikejarnya. Tapi mengapa dirinya tidak mampu bertindak garang? Bukankah selama ini ia ingin membunuh laki-laki yang sudah meninggalkannya demi perempuan lain bernama Roro Saruem itu? Mengapa tadi di hadapan laki-laki yang amat dibenci sekaligus dicintainya itu ia menjadi begitu lemah tak berdaya?

Perlahan Nini Surkanti beranjak dari duduknya. Menatap sejenak ke salah satu bilik yang pintunya terkuak sedikit.

"Kau masih belum tidur, Ni?" seseorang menegurnya dengan suara lemah. "Apakah kau menunggu Sri Kantil pulang?"

Nini Surkanti terbatuk sejenak. Kemudian dengan langkah terseok ia mendatangi asal suara.

"Kau sendiri, kenapa masih belum tidur, Saruem...?"

Bersambung. ke bag 4 Kitab Kalamenjara Raib!

***

Malang, 28 September 2018
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun