Dan apa yang dikhawatirkan Ki Brojosamusti terjadi. Nini Surkanti tidak lagi menggunakan tangan kosong saat melampiaskan amarahnya. Ia meraih selendang pelanginya. Tentu saja itu membuat hati Ki Brojosamusti menciut.
"Ni! Jangan gunakan senjata itu!" Ki Brojosamusti berusaha mencegah.
Tapi terlambat. Nini Surkanti sudah memilin-milin selendangnya dengan mata memerah.Â
Lalu tanpa ampun ia mengarahkan selendang yang sudah berubah menjadi batang besi berapi itu ke arah wajah Roro Saruem.
***
Pada detik-detik mencemaskan, Ki Brojosamusti bertindak sigap. Ia meraih tubuh Roro Saruem dan membawanya pergi menggunakan aji Panglimunan. Nini Surkanti kehilangan jejak. Dan sebagai pelampiasan kemarahan, perempuan yang sudah kalap itu membakar apa saja yang ada di sekitarnya. Termasuk kamar Roro Saruem beserta isinya. Juga padepokan menggunakan besi berapi yang menyala-nyala.
Tak seorang pun mampu menghalangi sepak terjang Nini Surkanti. Semua ketakutan oleh amarah yang membabi buta.
Padepokan Reksokumbolo akhirnya musnah. Tinggal puing-puing bangunan tak berguna.
Sejak saat itu Nini Surkanti mulai hidup mengelana. Menggelandang dari satu tempat ke tempat lain membawa luka hati yang sulit tersembuhkan.
Pada pengembaraannya di tahun ketiga, ia bertemu pendekar beraliran ilmu hitam bernama Kebodarueng. Dari pendekar inilah Nini Surkanti mendapatkan aji Rawarontek dan ilmu-ilmu hitam yang lain.
Lelamun Nini Surkanti sejenak berhenti sampai di situ.