"Bi, aku tidak mau tidur dengan Hyena," tegasku. Tentu saja Bibi Femi sangat marah mendengarnya.
***
Percuma saja aku mengadakan perlawanan. Tubuh tambun Bibi Femi berhasil menggelandangku ke hadapan Hyena.
Ia seorang laki-laki berumur. Tubuhnya kekar. Matanya tajam.
"Yang ini lebih montok dari Maria, Juba," Bibi Femi tersenyum ke arah laki-laki kekar itu. "Juga agak liar."
Laki-laki itu menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mulutnya sedikit terbuka. Aku mulai takut melihatnya.
"Ini bayaranmu, Juba," Bibi Femi melemparkan beberapa koin ke atas meja. Seketika laki-laki itu tertawa.
"Pergilah segera, Tambun," laki-laki itu mengusir Bibi Femi. "Aku ingin segera melaksanakan tugasku."
Kepergian Bibi Femi adalah awal kemalangan bagiku.Â
Malam itu, Juba mencoba melakukan tugasnya padaku. Tapi aku melawannya. Kami bergumul hingga tempat tidur yang sudah tua itu ambruk. Dua orang istri Juba terbangun dan berlari menuju kamar kami.
"Gadis ini belum mengerti apa-apa, Juba. Biar kami coba membujuknya," salah seorang istri Juba menenangkannya. Sementara istri yang lain mengamankanku.Â