Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Prahara Pantai Pangandaran

27 Januari 2020   23:00 Diperbarui: 28 Januari 2020   16:54 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SENJA itu, pasir putih diterpa semilir angin sepoi-sepoi menambah suasana di sepanjang pantai timur Pangandaran menjadi lebih indah. Pemandangan air laut yang kebiruan nan bersih membuat siapa pun  betah berlama-lama menikmati indahnya keagungan karya tuhan.

Andika terhenyak dari lamunan. Mendadak matanya yang tidak begitu besar itu melotot ke sosok tubuh tanpa busana, mengambang di bibir pantai. Sontak membuat Andika berteriak, "Ada mayat ... ada mayat!"

Tak ada seorang pun yang merespon teriakannya.

Memang, saat itu suasana di sekitar pantai sudah lengang. Tak ada aktifitas apapun di sana, bahkan untuk orang yang sekadar lewat. Yang terdengar hanyalah suara deburan ombak yang bersahutan dan merdunya suara burung camar yang berlalu-lalang.

Rasa ngeri, takut dan pangilan profesi sebagai jurnalis, campur aduk dalam benak. Sempat dia sejenak menepisnya.

"Ah, aku ini bukan wartawan kriminal, polisi atau detektif. Lebih baik tinggalkan saja tempat ini," gumamnya.

Belum juga kaki Andika melangkah, tiba-tiba matanya tergoda oleh perahu besar di bibir pantai sebelah barat. Terang, otak jurnalisnya bekerja liar. Penuh tanya, sesak praduga.

"Mungkinkah orang di perahu besar itu pembunuhnya?" pikir Andika.

Tanpa pikir panjang, Andika coba beranikan diri menghampiri mayat tadi. Seorang perempuan muda dengan luka menganga di payudara bagian kiri. Sedangkan, di pelipisnya mengucur darah segar. Sambil membaca doa yang tidak begitu jelas, Andika yang berprofesi sebagai wartawan majalah dewasa itu menyeret korban ke daratan.

"Mudah-mudahan, mayat ini secepatnya ada yang menemukan. Aku harus menyelidiki perahu itu segera," pikir Andika.

Setelah mengambil foto beberapa shoot, dia bergegas menjalankan panggilan jiwanya. Ketika berhasil mendekati perahu, Andika mulai celingak-celinguk mengawasi keadaan sekitar, berlaga tokoh detektif karya Sir Arthur Conan, Sherlock Holmes. Disapu seluruh tempat yang ada di sekitar perahu dengan sorot tajam matanya. Lengang, hening, tak tampak kehidupan.

"Ah, aku terlambat," Andika menghela nafas panjang, penuh kecewa.

"Lebih baik aku kembali ke tempat mayat tadi dan segera minta bantuan," pikir Andika.

Belum sempat melangkahkan kaki, tiba-tiba suara tawa perempuan memecah keheningan. Kontan, Andika menoleh. Tampak olehnya perempuan paruh baya sedang dipeluk pria muda bertelanjang dada, keluar dari pintu kapal besar.  Mesra, peluk cium diselingi tawa nakal si perempuan.

Sambil mengintip dari balik tembok sebuah kedai kecil, Andika meragu.

"Mungkinkah mereka?"

Dasar wartawan, meski batinnya meragu, otak investigasinya tak mau mengalah. Andika mengikuti pasangan beda usia itu menuju sebuah hotel yang jaraknya cukup jauh dari bibir pantai.

Setelah bertanya sana-sini, Andika menemukan fakta, kedua orang tadi adalah pasangan kekasih asal Jakarta. Mereka baru dua hari menginap di hotel tersebut. Tak ada kejanggalan, selain pasangan beda usia.

"Sudah dua hari ini mereka kerjanya berangkat pagi-pagi sekali, pulang malam seperti sekarang," terang salah seorang pelayan hotel.

"Emang ada apa mas?" tanya si pelayan.

"Enggak, saya sepertinya kenal pada pria tadi. Wajahnya mirip sahabat lama saya," jawab Andika, berbohong.

Setelah mendapatkan fakta tak seberapa, Andika berlalu menuju tempat asal ditemukannya mayat. Beruntung, sesampainya di sana, mayat perempuan tadi sudah dievakuasi pihak aparat.

Tanpa pikir panjang, Andika menuju kamar hotel tempatnya menginap. Dia memutuskan untuk mengungkap kasus ini sendirian. Dengan harapan, karya jurnalistiknya nanti jadi bombastis.

"Tak apalah, under cover tak dapat, berita kriminal ini juga cukup sexy," pikirnya.

***

Pagi-pagi buta, Andika sudah nongkrong di depan hotel tempat orang yang dicurigainya menginap. Sambil menenteng segelas kopi panas, pandangannya tak lepas dari pintu lobi hotel. Andika kecele, telah pukul 08 pagi lewat, orang yang dicurigainya tak kunjung keluar. Namun, jiwa strugle-nya patut diacungi jempol. Jurnalis ini setia menunggu TO (baca: target operasi) keluar.

Tiba-tiba kedua mata Andika melotot, gelora asmara membuncah, melihat seorang perempuan muda cantik nan seksi dengan blouse hitam masuk hotel.

"Beruntung sekali laki-laki yang memilikinya."

Sejenak dia lupa segala. Pikirannya melayang, imajinasinya liar.

Masih asik bermain dengan pikiran, kembali Andika dikagetkan dengan pandangannya. Bahkan lebih mengejutkan. Si perempuan cantik ber-blouse hitam  hotel bersama pria yang dijumpainya kemarin malam. Mereka tampak mesra, diikuti perempuan paruh baya, dengan wajah sumringah.

"Ada apa ini?" Otak wartawan Andika terus berputar mencari jawaban.

"Ah, mending aku ikuti aja mereka."

Bergegas wartawan muda ini mengikuti ketiga orang tadi. Ternyata, tempat yang dituju ketiga orang itu adalah hutan wisata di sekitar pantai. Letaknya cukup jauh dari pantai barat.

Setelah tiba di tengah hutan, ketiga orang ini tertawa riang, lalu saling peluk cium satu sama lain.

"Janggal," pikir Andika sambil mengintip dari balik pohon yang cukup besar.

Beberapa lama kemudian, Andika disuguhi pemandangan tak senonoh. Pria muda tampan tampak dicium, dibelai dan dirayu oleh kedua orang perempuan beda umur itu.

Andika tak berkedip, sampai kemudian matanya melotot, mulutnya melongo. Perempuan muda yang sempat mengundang pikiran kotornya, perlahan mulai membuka blouse hitam, lalu melucuti pakaian dalamnya.

Adegan ini diikuti oleh perempuan paruh baya dan pria tampan. Tampak jelas dalam pandangan Andika, ketiga orang itu kini setengah telanjang. Mereka kembali berpeluk cium satu sama lain.

"Setan apa yang merasuki mereka?" gumam Andika.

Belum hilang rasa kaget, Andika melihat perempuan paruh baya mundur perlahan, lalu duduk di bebatuan. Matanya tampak menikmati adegan panas yang ada di depannya.

Perempuan muda dan si tampan terus bergumul, memadu kasih sambil berdiri. Kedua tangan pemuda tampan tampak liar menggerayangi tubuh seksi pasangannya. Sementara bibirnya buas bak alien meng-agresi bumi.

Sekian lama dua anak manusia itu bergumul. perlahan namun pasti, si perempuan merebahkan tubuhnya di atas hamparan rumput yang memang tumbuh subur di sana. Permainan cinta pun akhirnya berlanjut di hamparan rumput itu.

Bagi mereka hamparan rumput layaknya ranjang empuk yang pantas dinikmati untuk bermain cinta. Sementara, perempuan paruh baya masih fokus menikmati adegan mesum di depannya. Tubuhnya terangsang hebat, hingga desahan dan lenguhan pun keluar dari mulutnya.

"Finish it ... finish it ...!" teriaknya, sambil menahan nafsu birahi hebat.

Mendengar teriakan perempuan paruh baya, si pemuda tampan makin agresif dan menggila menggauli. Pun dengan pasangannya, makin erotis disertai desahan-desahan nikmat, kemudian terkulai lemas.

Melihat lawannya terkulai, si pria tampan menyeringai sambil melirik ke perempuan paruh baya.

"Finish it ... finish it ...!" teriak si perempuan paruh baya mengulang perintah serupa.

"Baiklah, Sayang," jawab si pria tampan. Seketika tangannya meraih sebongkah batu dan kemudian menghantamkannya pada kepala perempuan cantik.

Bukkkk ....

Kontan, kepalanya pecah, mati seketika.

"Ayo, Sayang! aku rindu kamu," ajak perempuan paruh baya kepada pemuda tampan, yang disambut anggukan kepala.

"Siapa takut" jawabnya dengan mimik wajah tanpa dosa.

Rupanya perempuan paruh baya ini mengajaknya bercinta tepat di dekat mayat perempuan muda.

Melihat semua kejadian itu, Andika yang sedari tadi mengintip di balik pohon besar tak bisa menahan amarahnya. Dia meloncat keluar, mencegah terjadinya perilaku binatang seperti yang dilihatnya tadi.

"Hentikan!" teriaknya lantang.

Kedua orang yang sudah tak berbusana itu kaget, lalu bergegas menyambar pakaian masing-masing.

"Siapa kau, apa hakmu mengganggu kesenangan kami?" tanya si pemuda tampan penuh amarah. Lalu secepat kilat melayangkan bogem mentah ke arah wajah Andika.

Untung, dengan berbekal sedikit ilmu silat warisan kakeknya, dia mampu berkelit. Perkelahian keduanya berjalan cukup sengit, sampai pada satu kesempatan, tendangan sabit kaki kanan Andika mampu bersarang tepat di ulu hati pemuda tampan.

"Aaaaaaah." Si pemuda tampan mengerang kesakitan, lalu terjatuh dan pingsan. Sementara si perempuan paruh baya hanya bisa menangis. Tak bisa berbuat apapun, selain pasrah dengan keadaan.

Setelah berhasil meringkusnya, Andika lalu menelepon seseorang. Tak lama berselang, beberapa orang polisi dan masyarakat datang.

Kemudian dilakukan penyelidikan lebih lanjut, kedua orang yang berhasil diringkus itu adalah pasangan sejoli yang mempunyai kelainan seksual, terlebih pihak perempuan. Nafsu birahinya akan muncul apabila sudah bisa menyaksikan adegan mesum pasangannya, untuk kemudian dibunuh.

Sementara korban, termasuk yang ditemukan Andika di bibir pantai timur, adalah perempuan bayaran. Diketahui lebih jauh, korban pembunuhan sadis sejoli ini rupanya cukup banyak, dan menjadi target utama kepolisian.

Andika akhirnya menghela napas panjang. "Ah, lega rasanya. Ini akan menjadi berita besar." Dengan senyum yang dikulum ia beranjak pergi dan menghilang di tengah kerumunan.

TAMAT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun