Selain itu, jika debitur membuktikan bahwa objek tersebut bukan sepenuhnya milik mereka atau terdapat unsur waris, hibah, atau hak atas tanah adat, maka pengadilan biasanya akan menunda atau bahkan menolak eksekusi.
B. Cacat Formil atau Materiil dalam Pemberian Hak Tanggungan
Jika pemberian hak tanggungan dilakukan tanpa prosedur yang sah, seperti tidak adanya persetujuan istri/suami (dalam harta bersama), tanda tangan yang dipalsukan, atau proses pendaftaran yang cacat, maka hak tanggungan bisa dianggap tidak sah. Dengan demikian, kekuatan eksekutorialnya juga hilang.
Debitur bisa menggunakan pembelaan ini sebagai alasan bahwa eksekusi tidak sah, meskipun mereka sendiri dalam posisi wanprestasi. Dalam banyak kasus, gugatan terkait cacat formil ini berhasil menunda bahkan membatalkan proses eksekusi.
C. Keberadaan PKPU dan Kepailitan
Ketika debitur sedang berada dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau pailit, maka seluruh proses eksekusi otomatis ditangguhkan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan bahwa selama proses berjalan, tidak boleh ada tindakan eksekusi oleh kreditur tanpa persetujuan hakim pengawas.
Debitur yang cerdas secara hukum sering menggunakan strategi ini untuk menghentikan sementara waktu proses eksekusi, meskipun hal tersebut hanya bersifat taktis dan sementara.
Asas Itikad Baik dalam Hukum Perdata
Makna Itikad Baik sebagai Prinsip Umum
Dalam hukum perdata, asas itikad baik adalah prinsip fundamental yang menjadi dasar bagi semua hubungan hukum perdata, terutama dalam pelaksanaan perjanjian. Asas ini berasal dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan:
"Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik."