B. Landasan Hukum: UU No. 4 Tahun 1996
Dasar hukum hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT). UU ini mengatur tentang proses pemberian hak tanggungan, syarat sahnya, serta mekanisme eksekusinya.
Pasal 6 UUHT menyatakan:
"Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan kekuasaan yang diberikan oleh pemberian Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut."
Namun pasal tersebut tetap membuka ruang tafsir yang bisa menjadi pintu masuk bagi pembelaan debitur, khususnya bila proses pelaksanaan hak tanggungan melanggar prinsip itikad baik atau hak-hak debitur sebagai pihak yang lebih lemah dalam hubungan perjanjian.
C. Mekanisme Eksekusi Hak Tanggungan
Parate Eksekusi dan Eksekusi Titel Eksekutorial
Eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dengan dua cara:
Parate Eksekusi (Pasal 6 UUHT)
Dalam metode ini, kreditur dapat langsung menjual objek jaminan melalui pelelangan umum tanpa harus mengajukan gugatan ke pengadilan. Ini dimungkinkan karena sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan hukum eksekutorial.Eksekusi melalui Pengadilan (Pasal 14 ayat 2 UUHT)
Jika terdapat hambatan hukum seperti gugatan dari debitur atau keberatan pihak ketiga, maka eksekusi harus dilakukan melalui pengadilan dengan mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi berdasarkan titel eksekutorial.
Dalam praktiknya, eksekusi parate lebih cepat dan efisien, tetapi lebih rentan digugat, terutama jika prosedurnya tidak dijalankan dengan cermat. Hal ini memberi celah bagi debitur untuk menggugat eksekusi tersebut, termasuk atas dasar pelanggaran prinsip itikad baik.