Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Catatan Perjalanan Sang Kapten (15. Elegi di Kerajaan Sambas Darussalam)

26 Januari 2022   23:25 Diperbarui: 26 Januari 2022   23:26 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Banyak makanan alami untuk buaya-buaya dibawah air sana"  jawab Bestari sambil menunjuk rimbunan tumbuhan rasau yang menjorok ketengah sungai. Sebuah penjelasan yang bagiku sangat masuk akal.

                Perjalanan yang memakan waktu beberapa hari ini telah memberiku kesempatan singgah sejenak didarat. Terlihat banyak sekali tanaman liar  yang menyatu dengan pohon-pohon rimbun di merata tempat. Beberapa dari jenis tanaman tersebut menjadi sajian makan lezat kami. Semuanya alami meski kuyakini pasti akan terasa aneh di lidahku yang hanya terbiasa dengan keju, kentang dan gandum.

                " Bubbor pedas[1]?" kemudian aku mengulang-ulang sendiri perkataan Bestari sampai terasa pas terdengarnya untuk sejenis makanan yang tersaji suatu siang diperjalanan itu.

                 " Perutku pasti langsung mulas karena pedas, Tuan Bestari" aku menolak sajian bubbor pedas secara halus yang disajikan didepanku. Kemudian Bestari tersenyum dan meyakinkan bahwa itu hanyalah sebuah nama saja dan tidak berkaitan langsung dengan rasa yang pedas.

                 " Sayur, sayur dan lagi isinya semua berasal dari irisan sayur dengan bumbu khas" kukatakan kepada Bestari pengalaman pertamaku mencicipi rasa masakan khas penduduknya . Benar saja aku telah salah menduga. Bubur pedas tetapi memang rasanya tidaklah pedas. Isinya adalah campuran irisan pakis (Stenochlaena palustris) sebagai bahan utama ditambah berbagai jenis sayur seperti kangkung, rebung (Dendrocalamus asper),  jagung, jamur serta daun kunyit dan daun kesum (Persicaria odorata) sebagai pembangkit aroma dan cita rasa utamanya.

 "Alam telah memberikan sumber pangan terbaik untuk Hindia Belanda" ujarku kepada Bestari suatu saat kami menikmati sajian makan yang semuanya berasal dari tanah yang melapuknya belum sempurna itu. Tersedia banyak sayur lainnya yang tumbuh subur dan disediakan oleh alam dengan melimpah seperti Simpur (Dillenia) keladi (Colocasia esculenta) dan terlihat juga tumbuh subur pohon sagu, rambutan dan kelapa.

 Sedangkan disungai ikan-ikan dengan riang gembira berenang-renang di sungai berwarna coklat terang kehitaman. Berbagai jenis ikan tersedia disana. Sungai layaknya seperti pasar ikan segar yang ditawarkan kepada penduduknya untuk memilih sesuai keinginan. Berbagai jenis ikan hidup disana mulai dari ikan baung (Hemibagrus), udang  galah (Macrobrachium rosenbergii), ikan tapah (Wallago Attu),ikan toman (Channa micropeltes),  belida (Chitala) dan silok( Scleropages formosus).

 "Karunia tuhan sungguh luar biasa untuk negerimu Bestari" ungkapku kepada Bestari.

                 Sambas Darussalam, sebuah negeri kerajaan yang di berkahi dan sangat kaya ini harus menanggung nasib layaknya seorang gadis cantik yang diincar banyak pemuda. Kerajaan-kerajaan di Hindia Belanda serta berbagai bangsa seperti berkelindan memperebutkannya dengan berbagai cara dan pengaruhnya masing-masing.

                 "Perompak dari laut Celebes bagian utara telah merusak segalanya", Bestari membuka pembicaraan di suatu pagi yang cerah. Ia seperti berusaha mengingat informasi yang telah mengendap dikepalanya beberapa waktu sebelumnya.

                 "Mereka menganggu keamanan jalur pedagangan, emas-emas yang dimuat dilambung kapal diambil paksa, tidak jarang awak kapal dibunuh dan kapal ditenggelamkan" kata Bestari getir. Aku terus memperhatikannya dengan serius tanpa sedikitpun untuk menyela pembicaraanya yang sedikit emosional. Hal ini sesuai misi awalku yaitu untuk menggali sebanyak-banyaknya informasi yang akan menjadi bekal perusahaan dagang Belanda nantinya.

                 Aku mengangguk-angguk saja karena apa yang disampaikan seperti informasi sama yang juga telah aku dapatkan sebelumnya dari VOC di Batavia. Tetapi ternyata ada cerita lain yang disampaikannya yang kemudian kurangkum dalam catatan tersendiri dibawah ini.

 Sambas Darussalam sebagai negeri berdaulat, wilayahnya juga meliputi samudra yang luas. Kapal Inggris berlalu lalang dari Malaka menuju Kerajaan Banjar di ujung selatan Borneo melalui perairan Sambas Darussalam, tentu harus dengan membayar pajak kepada penjaga keamanan kerajaan. Satu-satunya jalur terpendek, dibanding harus melalui Pantai Barat Sumatera dan Selat Sunda dengan waktu tempuh 3 kali lebih panjang.

 Raja Dato Aurum telah mengambil keputusan bahwa kapal-kapal layar yang tidak mematuhi ketentuan dari sebuah negeri yang merdeka dan berdaulat merupakan bentuk pembangkangan. Tindakan tegas diambil. Mereka harus membayar setimpal mulai dari merampas isi kapal, atau bahkan penenggelaman kapal beserta seluruh isinya untuk memberikan efek gentar dan tidak lagi menganggap remeh Kerajaan Sambas Darussalam dikemudian hari.

 Kilau emas telah membutakan. Sebuah kerajaan seiman diseberang lautan yang bersepakat dengan kongsi dagang Inggris tercatat telah beberapa kali melakukan provokasi di lautan. Mereka merampas emas--emas kerajaan dengan tujuan untuk menguasai jalur strategis perdagangan yang ada. Perang tidak terelakkan demi mempertahankan harga diri Kerajaan  Sambas Darussalam yang berdaulat.

 Kisah emas juga telah membawa langit mendung di Sambas Darusalam seperti yang diceritakan Bestari kepadaku.

 Emas kembali menarik pedagang seluruh dunia untuk datang. Termasuklah didalamnya pedagang-pedagang ulet dari negeri Tiongkok sebelum abad-17. Mereka datang membawa keramik porselin mewah, kain sutra pilihan dan teh kualitas terbaik sembari mengadakan kontak dagang jual beli dengan Sambas Darussalam secara resmi. 

Melihat begitu semaraknya pertambangan dan banyaknya emas yang ada sehingga perjalanan misi mereka berikutnya adalah berusaha untuk ikut serta dalam penambangan. Ditambah kebutuhan yang sangat besar akan pekerja khusus penambang emas. 

Sehingga ditahap awal abad-17 didatangkan besar-besaran pekerja khusus tersebut. Seiring dengan  meningkatnya aktifitas dan perluasan wilayah tambang, sehingga gelombang kedatangan pekerja berikutnya langsung mengisi pusat-pusat tambang yang menyebar dibeberapa sentra produksi emas utama di Sambas Darussalam.

 Kemudian mereka diberikan hak ekslusif oleh Dato Aurum, yaitu konsesi diwilayah pertambangan masing-masing. Kemudian pusat konsentrasi wilayah pertambangan emas  berkembang pesat dan tidak lagi menyerupai kampung tetapi seperti kota-kota kecil. 

Ekslusivitas semakin menjadi--jadi disaat setiap pusat produksi emas diketuai oleh seorang kapten penguasa kota. Mereka menyediakan secara mandiri: tentara khusus yang terlatih, menjalankan peradilan pidana dan perdata, membangun balai kota yang sangat kokoh menyerupai benteng pertahanan, mencetak uang sendiri, memungut pajak diwilayah kekuasaannya, mendirikan sekolah serta menjalankan ritual agama nenek moyang secara bebas. Seperti kota-kota satelit baru disebalik rimba pohon yang lebat dan rapat ditengah hutan Borneo.

 Semakin menguatnya rasa memiliki terhadap wilayah pertambangan dan keinginan  memperluas wilayah tambang emas. Kemudian menyebabkan terjadi aksi-aksi pembangkangan, pembelotan dengan mencari pembeli-pembeli emas baru yang lebih menguntungkan dan sampai kepada tidak mentaati pembayaran pajak seperti yang telah dijanjikan sebelumnya.  Akhirnya pemberontakan-pemberontakan dan penyerangan secara nyata kepada kerajaan Sambas Darussalam dimulai setelah tahun ke-10  wilayah pertambangan diberikan. Penggunaan kekuatan senjata tidak terelakkan lagi, dengan bantuan Belanda, Dato Aurum dengan tangan besinya harus memerangi sekelompok penguras sumberdaya alam yang  tidak lagi tunduk ditengah negeri yang berdaulat.

 

***

 Ditengah semangatku yang menggebu mempelajari dengan detil semua informasi dan dokumen yang berkaitan dengan Kerajaan Sambas Darussalam. Telah datang surat yang lama kutunggu-tunggu dari Bristol. Surat tersebut dibawa bersamaan dengan kedatangan kapal layar dari Malaka yang membawa bantuan armada dan awak kapal lengkap untuk misiku ke Borneo dalam waktu dekat.

 Surat yang telah kucurigai sebelumnya. Aku tidak melihat tulisan Pruistine di amplopnya. Darisanalah kembali kesabaranku diuji, surat yang langsung kuterima dari kapten kapal yang baru saja mendarat di Batavia.

 Surat yang pertama kali kubuka dengan tangan gemetar dan separuh jiwaku terasa langsung terbang tinggi kelangit biru. Ternyata seorang kapten Stewart-pun tidak bisa menahan perasaan yang tertekan dan harus berurai air mata karena kesedihan yang harus kutanggung.

 Surat yang pengantarnya ditulis oleh ayah mertuaku di Bristol. Didalamnya berisi catatan harian Pruistine di hari-hari terakhirnya sebelum ajal menjemputnya di musim salju yang menggigil tepat 14 hari setelah kepergianku ke Batavia.

 Diceritakan mertuaku bahwa Pruistine di hari-hari terakhirnya selalu mengunjungi pelabuhan dimana kami berpisah terakhir kali ditengah cuaca yang membeku dan dingin menggigil. Kebiasaannya  seperti ia menunggu kepulanganku berlayar dari negeri-negeri Eropa terdekat dengan waktu kembali yang dapat dipastikan. Pruistine menunggu sampai dinihari. Sampai suatu waktu ia ditemukan tergeletak tak bernyawa di tepian pelabuhan Bristol.

 Tidak ada yang dapat menggantikan Pruistine dihatiku. Seseorang yang tulus mencintaiku dan mendampingi hampir separuh umurku. Sering aku tidak dapat meneruskan membaca beberapa catatan harian Pruistine karena air mataku langsung menetes tanpa bisa kucegah. Kenangan bersamanya tidak akan dapat kulupakan. Perempuan yang sangat tabah mendampingiku yang sewaktu hidup banyak berada diatas kapal layar.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun