Ara melepas sepatunya di teras. Membenarkan lipatan jaket yang dipakai seadanya. Helaan napasnya berat, masih ada sisa keheningan makam yang belum lepas dari pikirannya.
Baru saja ia hendak melangkah masuk, suara ibunya terdengar dari arah ruang tengah.
"Eh? Tumben, Ra."
Ibunya melongok dari balik pintu dapur, masih mengenakan jaket olahraga dan handuk kecil di leher.
"Kamu ke mana pagi-pagi gini? Hari libur loh. Biasanya juga masih tidur."
Ayahnya menyusul keluar, membawa dua botol air mineral, ikut memandang dengan dahi sedikit mengernyit.
"Tadi Mamah kira kamu masih tidur. Pas kita pulang jogging, malah pintu udah dikunci."
Ara tersenyum kecil, meletakkan tasnya di kursi dekat rak sepatu.
"Ke makam Dika." jawabnya lirih, tapi cukup terdengar.
Kedua orangtuanya saling pandang sejenak. Tak ada pertanyaan lanjutan, hanya keheningan yang dipenuhi pengertian.
Ibunya mendekat, menyentuh lengan Ara dengan lembut. "Hari ulang tahunnya ya hari ini?"
Ara mengangguk. "Aku bawa kue kecil. Sama bunga favorit dia."
Ayahnya tak banyak bicara. Ia hanya menepuk pelan bahu anak perempuannya, kemudian berjalan ke dapur lagi.