Mohon tunggu...
edib elida hanum
edib elida hanum Mohon Tunggu... Penulis

Saya seorang pemimpi yang menjelajah dunia khayali, halusinasi, mimpi buruk, dan penampakan, yang juga berprofesi sebagai penulis paruh waktu. Kalau ingin tahu tentang saya lebih banyak lagi, tap follow instagram saya di bawah ini 👇 Ig : edbeldhnm #salamhangatdariauthor

Selanjutnya

Tutup

Roman

The Day You Left (Bab VIII)

1 Oktober 2025   21:12 Diperbarui: 1 Oktober 2025   21:47 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Sekarang semua itu tinggal ingatan.

Ara menghela napasnya pelan.
"Kaa... surat-surat itu..." ucapnya, suaranya nyaris tenggelam dalam hening yang menggantung di antara mereka.

Ia menunduk, membiarkan pikirannya melayang kembali pada setiap amplop yang datang tanpa suara. Entah sudah berapa banyak. Entah dari mana. Tapi satu hal yang pasti, semuanya ditulis oleh tangan yang sama. Tangan yang pernah menggenggamnya saat takut.
Tangan yang kini, bahkan namanya pun hanya tinggal gema dalam doa.

Tulisan tangan Dika.
Gaya bahasanya. Kalimat-kalimat yang begitu akrab, dan justru karena itu, menyakitkan. Setiap huruf terasa hidup. Seolah Dika masih di sini. Masih bicara padanya. Masih menatapnya dari kejauhan yang tak terlihat.
Padahal, tanggal di sudut kertasnya sudah lama berlalu.
Beberapa bahkan lebih tua dari ingatannya.
Tapi isinya terlalu tepat, terlalu kini, seolah Dika tahu apa yang sedang Ara rasakan. Hari ini. Sekarang.

"Kenapa kamu kirim semua ini setelah kamu nggak ada?"
Ara terdiam. Suaranya hanya menggantung di udara, tanpa tujuan, tanpa balasan.

"Kenapa bukan waktu kita masih bisa saling bicara? Apa kamu sengaja nunggu aku cukup kuat buat membaca semuanya sendirian?"

Ia menggeleng pelan. Bukan karena kecewa, bukan pula marah. Tapi karena dadanya terlalu penuh oleh rindu yang tak punya arah, oleh tanya yang tak kunjung menemukan jawab.

Surat-surat itu datang satu per satu, diam-diam. Tanpa nama pengirim. Tanpa petunjuk.
Hanya tiba-tiba ada di atas meja, terselip di antara buku-bukunya, di bawah bantal, di laci kamar, bahkan di sekolah, tempat yang sudah lama ia tinggalkan.
Seolah ada yang tahu ke mana langkahnya akan pergi. Seolah seseorang atau mungkin Dika sendiri masih mengawasinya dari kejauhan yang tak masuk akal.

Dan setiap surat itu seperti memaksanya untuk kembali. Bukan pada masa lalu, tapi pada versi dirinya yang dulu. Versi yang pernah ia kubur bersama kepergian Dika.

"Siapa yang mengirimkannya, Ka? Siapa yang kamu percaya untuk meneruskan semua ini? Karena jelas bukan kamu."

Ia menarik napas pelan.
Ada bagian dari hatinya yang takut mencari tahu. Tapi ada juga bagian yang merasa ini belum selesai. Bahwa Dika meninggalkan teka-teki terakhir yang harus dia pecahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun