BAB VIII (Hari ulang tahun yang sunyi)
Kita pernah berdampingan dalam hidup. Sekarang, aku berdiri sendiri di antara batu nisan dan bunga, tetap menyebut namamu, seolah kamu masih disini.
-Ara-
***
Ulang tahun biasanya dirayakan dengan tawa, kejutan, dan kue manis. Tapi tidak hari ini. Tidak untuk seseorang yang hanya bisa Ara temui lewat batu nisan.
Hari itu, langit tampak lebih pucat dari biasanya. Udara pagi membawa aroma tanah basah yang samar.
Dan Ara datang, tepat di hari ulang tahun Dika setelah setahun kepergiannya.
Di tangannya, ia membawa sebuah kue ulang tahun kecil dengan lilin angka 26, dan sebuket bunga pikok yang dibelinya semalam sepulang kerja. Bunga favorit Dika, katanya warnanya secantik Ara. Di sela jemarinya, terselip surat yang ia tulis semalam, dengan kata-kata yang tak pernah sempat ia ucapkan langsung.
Pusara Dika berdiri tenang di tengah barisan makam lain. Tak ramai, hanya sunyi. Tapi baginya, inilah satu-satunya tempat di dunia yang masih menyimpan jejak keberadaan Dika.
Ara berjongkok perlahan, tak banyak yang ia lakukan selain duduk tenang di depan pusara, menatap batu nisan yang tertulis jelas.
Nama: Dika Fauzan
Lahir: Jakarta, 13 Juni 1999
Wafat: Jakarta, 14 Juni 2024
Diantara dua tanggal itu, ada seluruh hidup yang membuat Ara jatuh cinta dalam diam.