Sebagai orang awam, saya membayangkan ini:
Lahan bekas-tambang direklamasi dan disiapkan menjadi lahan hutan baru. Perusahaan energi mencetak hutan baru. Di situ nanti terbentuk habitat baru flora-fauna. Hanya saja, ini akan memakan bertahun-tahun.
Mungkinkah menambah jumlah tumbuhan pengubah-karbon sambil menunggu hutan baru itu muncul, tumbuh kuat dan melebat? Tentu bisa.
Lahan bekas-tambang dijadikan padang rumput dulu. Dijadikan sentra peternakan sapi dan hewan memamah biak lain.
Area yang sudah tidak lagi produktif dilapis kembali dengan tanah tutupan (overburden). Di atasnya disemai rumput yang cocok untuk pakan ternak; di antaranya rumput gajah dan rumput odot. Kedua jenis rumput ini dapat tumbuh besar dan dipanen dalam hitungan minggu.
Jenis tanaman lain yang juga cocok dijadikan pakan ternak alami dan berkualitas sebaiknya dibudidayakan pula di situ.
Sebagian lahan disiapkan menjadi ladang gembalaan. Siapa yang bisa memanfaatkan? Peternak skala mikro, yakni warga sekitar yang memelihara ternak untuk kebutuhan sendiri.
Sebagian lagi diubah menjadi lahan kebun rumput sumber pakan ternak. Siapa yang bisa memanfaatkan? Peternak skala kecil, yakni warga atau kelompok warga setempat yang menjalankan usaha pembiakan dan penggemukan ternak.
Danau atau kubangan air yang terbentuk selama tahap eksploitasi ikut didayagunakan . Sebagian sebagai sumber air untuk mengairi padang rumput.Â
Sebagian lainnya, terutama yang airnya tidak aman dikonsumsi ternak, ditanami tumbuhan air penyaring cemaran, seperti enceng gondok. Enceng gondok tumbuhan penyerap karbon juga.
Ini semua tentunya dilakukan setelah proses penyiapan yang benar dan memadai, oleh tim dari perusahaan energi, dibantu dinas terkait, ahli peternakan dan pertanian, serta pemangku kepentingan.