"Aku cuma khawatir kalau kamu bukan melukis wajah ibumu tapi malah wajahku."
"Ini bukan urusanmu, Im!"
Nuhai menanggapi dengan ketus. Mimik wajahnya masih menyiratkan kemurungan. Boim sempat memberi senyum yang percuma, karena Nuhai tidak sedang berbakat untuk menangkap canda.Â
Nuhai pun lenyap dari hadapan Boim bersama perlengkapan sekolahnya. Boim merapikan diri untuk menyusulnya. Â
***
Hari itu Boim begitu enggan meninggalkan sekolah. Di kepalanya masih terbayang wajah sedih Nuhai. Sudah hampir setengah jam Boim mematung di sebelah pos keamanan sekolah namun Nuhai tak kunjung terlihat. Ia pun memutar langkah. Kembali memasuki gerbang sekolah.
Benar saja, ia temukan Nuhai duduk sendirian di taman lapangan. Boim langsung berbelok gesit, mampir ke kantin lalu menyelinap ke pinggiran lapangan sekolah.
"Nuh, kamu belum pulang? Ini coba deh." Â
Boim langsung duduk di sebelah teman sekelasnya itu. Nuhai senang sekali menerima teh dingin dari Boim. Putaran adegan tatkala di kelas tadi terlintas sesaat di benak Nuhai.
Di seberang sana, kelompok ekskul baris-berbaris tak gentar dengan sengatan matahari. Sedangkan di bawah rindang beringin tepi lapangan, Nuhai sedang membeberkan buku gambarnya kepada Boim.
"Coba kamu lihat ini?"Â