Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arini dan Raka, Yang Tetap Tinggal Meski Tak Lagi Dekat

21 Juni 2025   17:24 Diperbarui: 21 Juni 2025   19:04 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Alessandrodanchi-Pixabay

Ia tidak menyesali jarak, tetapi ia rindu mata itu—yang selalu tahu saat ia mulai tenggelam dalam diam. Bukan karena tenang, melainkan karena luka yang tak lagi bisa diteriakkan

Arini – Di Antara Malam dan Kopi
Malam ini, aku mencoba membaca ulang semua yang pernah kutulis untukmu. Bukan untuk mengenang, aku hanya ingin merawat luka yang perlahan ingin sembuh.

Raka,
aku tahu kau juga merindu,
tapi kadang rindu tak cukup sebagai alasan untuk kembali.
Kita pernah bicara tentang cinta yang dewasa,
tetapi saat kita sama-sama tenggelam dalam diam,
siapa yang akan menyelamatkan siapa?

Aku tak pernah benar-benar pergi.
Hanya bergeser perlahan, karena kupikir ...
mungkin jarak bisa membuat segalanya lebih jernih.

Namun, jarak itu telah berubah jadi kabut.
Menyembunyikan wajahmu, menyembunyikan niatku.

Aku masih menyimpan cangkir itu, Raka.
Aroma kopinya sudah hilang,
tetapi rasanya—entah kenapa—masih tinggal.

Potongan Kenangan – Dialog yang Gagal Selesai
Beberapa waktu sebelum Arini memilih menjauh ...

Mereka duduk bersisian di sofa kecil dekat jendela. Hujan baru saja reda, meninggalkan titik-titik basah di kaca dan aroma tanah yang menguar samar. Tak ada yang bicara. Hanya suara detik jam dinding dan napas yang mereka tahan terlalu lama.

Arini menggenggam cangkir kopinya yang mulai dingin. Raka menatap langit yang mulai gelap.

Raka menarik napas pelan.
“Aku takut kehilanganmu, Rin. Tapi aku juga takut—kalau kehadiranku justru terus melukaimu.”

Ia menoleh, menatap lekat Arini.
“Kadang aku merasa, setiap kali aku bicara—aku malah menjauhkanmu.”

Arini memejamkan mata sejenak, lalu membuka mata dengan pelan.
“Aku tahu kau mencoba, Raka. Tapi sikap dan katamu, kadang terlalu tajam untuk kutampung sendirian.”

Raka menunduk. Suaranya terdengar lelah.
“Arini, aku nggak pernah ingin kau jadi penenangku. Aku cuma takut kehilangan tempatku di sisimu. Aku nggak tahu harus bagaimana tanpamu.”

Dengan helaan napas panjang, Arini menambahkan, suaranya lebih pelan, tetapi terdengar tegas.
“Aku ingin kita tetap utuh, Raka. Bahkan jika itu berarti … kita tidak lagi selalu berdekatan.

Raka menatapnya. Mata itu masih mata yang sama—penuh kasih, penuh cinta.
“Kalau kita sama-sama ingin tetap utuh, kenapa rasa kehilangan terus membayang?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun