Telah kusiapkan rencana kunjungan itu. Dalam angan, seperti gelap yang merindukan bulan. Ya! Harapan itu cukup besar.
“Bisikan Jiwa di Antara Bisu” adalah sebuah puisi yang mengeksplorasi dialog batin manusia dengan dirinya sendiri. Puisi ini mengajak pembaca
Puisi ini mengingatkan kehidupan itu memang berat
Semakin dalam semakin kehilangan mataku, jendela menelan semuanya dengan apa yang disembunyikan olehnya.
Namun malam ini, izinkan aku berlutut, Mengucap maaf karena belum bisa kau banggakan.
Aku tahu bersama-Nya tak ada lagi ragu dalam setiap derap langkahku. Karena kuyakin Dia menyertaiku dengan cinta yang sempurna.
Fiksi mini tentang seorang laki-laki yang dijodohkan.
Sungguh semua berkat perjuangan konggres perempuan pertama di ndalem Joyodpuran dan ini adalah buah yang kita dapatkan sekarang ini.
Kadang ia menatap dengan sukacita Kadang ia menatap dengan bimbang Kadang bulan yang ditatapnya Kadang gemerlap bintang hilang dari pandangannya
Kita berdiri di bawah langit yang sama. Hanya saja tempat kita sangat jauh. Lebih jauh dari apapun yang terengkuh tangan, bahkan angan.
Sebenarnya mungkin saja. Kaulah yang sedang begitu padaku. Apakah benar? Menatap lekat bak rembulan malam. Saat aku tak tahu. Aku tak menyadarinya
Cemas yang merangkak diantara bening mata Dinda, tabahlah !
Menatap dalam teduh doa untuk yang sedang membandingkan jiwa dengan raga
Menatap keriuhan gelombang Seperti menatap emosiku sendiri
Aku melakukan penelitian terhadap perempuan yang katanya memiliki sihir itu. Dan aku mendapatkan hasilnya.
Cerbung | Cerita Bersambung| Ira Uly Wijaya
Puisi yang saya buat saya tujukan kepada ayah saya yang sudah menua.
Menata hati itu penting. Jangan doyan menyakiti. Katanya tak ada yang memiliki
Aku berusaha berpaling dari gerbang itu yang telah melarang kau mengalihkan pandanganku