Pernahkah Anda melihat seseorang sedang membantu orang lain---misalnya membagikan nasi bungkus di pinggir jalan---tapi ada yang terasa janggal? Bukan pada tindakan memberi itu sendiri, tapi pada cara semuanya seolah disutradarai. Ada kamera yang merekam dari sudut tertentu. Ada ekspresi yang tampak seperti "mencari angle terbaik". Lalu dalam hitungan jam, muncul video dengan transisi halus, musik menyentuh, dan caption: "Bukan tentang seberapa banyak yang kamu beri, tapi seberapa tulus."
Dan Anda mulai bertanya-tanya dalam hati: tulus... atau akting?
Sekarang ini, hampir semua momen terekam. Kamera ada di mana-mana. Di saku, di dashboard mobil, di langit-langit ruangan. Kamera bukan lagi alat dokumentasi, tapi semacam pengamat tetap dalam hidup kita. Merekam, menilai, menyimpan, dan---yang paling berpengaruh---mempengaruhi cara kita bersikap.
Tapi pertanyaannya bukan cuma "kenapa direkam?", tapi: apa yang terjadi pada diri kita ketika tahu sedang direkam? Atau lebih dalam lagi: apa yang membuat kita merasa harus tampil?
Naluri Panggung dalam Diri Manusia
Dalam psikologi sosial, ada konsep yang disebut dramaturgi oleh Erving Goffman. Ia menjelaskan kalau kehidupan sosial kita itu mirip pertunjukan teater. Di hadapan orang lain, kita bermain peran, menyusun kata, menata ekspresi. Ada panggung depan (public), dan ada panggung belakang (private) yang cuma diketahui sedikit orang.
Nah, kehadiran kamera membuat panggung depan jadi nyata. Semua momen bisa jadi pertunjukan. Bahkan momen yang sebenarnya sakral dan pribadi.
Contohnya begini. Seorang teman kehilangan ayahnya. Saat di pemakaman, ia sedang menangis. Lalu ada saudara yang merekam, mengunggah ke media sosial dengan caption: "Tetap kuat ya, dek. Ayahmu pasti bangga." Tentu maksudnya baik. Tapi apakah tangisan itu memang untuk ayahnya... atau untuk kamera?
Kamera mengubah ruang batin jadi ruang tontonan. Tanpa sadar, kita mulai menata emosi bukan cuma supaya bisa dihayati, tapi supaya bisa terlihat baik di layar.
Padahal, dalam Islam, ada satu prinsip penting dalam amal: niat.
"Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya."