Mereka berdua berjalan meninggalkan beringin, tapi Dira terus menoleh ke belakang. Pohon itu tetap berdiri diam, seolah tak pernah berkata apa-apa. Namun di dalam hati Dira, ia tahu ada sesuatu yang baru saja terhubung, sebuah benang tipis yang mengaitkan dirinya dengan masa lalu keluarganya.
Malam itu, Dira tidak bisa tidur. Di kamarnya yang sederhana, ia berbaring sambil menatap langit-langit, memikirkan wajah lelaki tua yang muncul dalam bayangan. Ia mencoba mengingat setiap detail, garis keriput, tatapan mata, bahkan suara samar yang membisikkan “temukan yang hilang.”
Pertanyaan demi pertanyaan berputar di kepalanya:
Apa yang hilang? Siapa lelaki itu? Mengapa matanya mirip sekali dengan Ayah?
Tangannya refleks meraih ponsel. Jari-jarinya mengetik pesan singkat untuk Arga.
“Besok ikut aku ke rumah Pakde Sastro, ya. Dia satu-satunya saudara Ayah yang masih hidup. Mungkin dia tahu sesuatu.”
Tak lama, balasan datang.
“Baik. Aku akan menjemputmu pagi-pagi. Tidurlah, Ra. Kau butuh tenaga.”
Dira meletakkan ponsel dan menarik selimut. Namun matanya tetap terbuka lebar. Di luar jendela, bulan menggantung penuh, sinarnya jatuh ke halaman rumah yang sepi. Malam Purworejo terasa lebih dingin dari biasanya, seolah ikut menyimpan rahasia yang belum terungkap.
Dan di antara kantuk yang setengah sadar, Dira kembali melihat bayangan lelaki tua itu, kali ini lebih jelas, lebih dekat. Ia seakan tersenyum samar, lalu menghilang dalam kabut tipis.
Dira menggenggam selimut erat-erat.
Ia tahu, perjalanan untuk menemukan jawaban baru saja dimulai.
Bagian 4 – Jejak yang Terlupakan
Pagi di Purworejo datang dengan cahaya keemasan yang menembus sela-sela dedaunan mangga di halaman rumah Dira. Udara masih sejuk, suara ayam berkokok bersahut-sahutan, dan aroma kopi hitam dari dapur ibunya menyambut hari baru. Namun hati Dira tetap berat, teringat bayangan lelaki tua yang muncul di bawah beringin kembar semalam.
Arga datang lebih cepat dari perkiraan. Dengan motornya, ia menunggu di depan rumah sambil melambaikan tangan. Dira keluar dengan ransel kecil berisi catatan, ponsel, dan selembar foto lama yang ia temukan dini hari tadi di dalam laci meja kerja ayahnya. Foto itu sudah menguning, memperlihatkan sosok seorang lelaki berwajah tegas mengenakan blangkon dan beskap. Entah kenapa, Dira merasa sosok dalam foto itu mirip dengan bayangan yang ia lihat.