Bagian 3 – Bayangan dari Masa Lalu
Dira berdiri terpaku di depan celah beringin kembar. Matanya masih terpejam, tapi hatinya bergetar hebat. Bayangan itu, wajah seorang lelaki tua yang tak pernah ia lihat sebelumnya, muncul begitu jelas, seakan berada tepat di hadapannya. Rambutnya memutih, kulit wajahnya dipenuhi keriput, namun sorot matanya tajam. Yang membuat Dira tercekat adalah matanya… begitu mirip dengan mata ayahnya.
“Siapa dia?” gumamnya lirih, hampir tanpa suara.
Tiba-tiba, suara samar seperti bisikan angin terdengar di telinganya.
"Pulanglah… temukan yang hilang…"
Dira tersentak. Ia membuka mata seketika, napasnya memburu. Pandangan sekeliling masih sama, alun-alun Purworejo dengan lampu jalan yang temaram, Arga yang berdiri tak jauh di belakangnya, serta bayangan dua pohon beringin yang menjulang. Tapi perasaan aneh itu masih tertinggal. Seperti ada sesuatu yang memang ingin ditunjukkan padanya.
Arga segera mendekat. “Ra, kau baik-baik saja?” tanyanya cemas.
Dira mengangguk pelan, meski wajahnya masih pucat. “Aku… aku melihat seseorang. Lelaki tua. Aku tidak mengenalnya, tapi… matanya mirip sekali dengan Ayah.”
Arga terdiam. Ekspresinya berubah serius. “Mungkin itu bukan sekadar bayangan. Bisa jadi itu petunjuk. Kau pernah tanya pada Ayahmu tentang leluhur keluarga?”
Dira menggeleng cepat. “Tidak pernah. Ayah jarang bercerita soal masa lalunya. Bahkan aku tidak tahu siapa kakek-nenekku sebenarnya. Mereka meninggal sebelum aku lahir, katanya. Tapi… entah kenapa, wajah tadi terasa begitu nyata.”
Arga menatap dalam ke arah beringin kembar, lalu kembali ke wajah Dira. “Mungkin sudah waktunya kau mencari tahu. Purworejo menyimpan banyak cerita lama, Ra. Dan kadang, kota ini seakan tidak membiarkan rahasia terpendam begitu saja.”
Ucapan itu membuat bulu kuduk Dira meremang. Ada sesuatu dalam suaranya yang terdengar seperti peringatan.