Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buku dan Internet Ngebut, Ajian Produktif di Tengah Pandemi Covid-19

15 Juli 2020   13:26 Diperbarui: 15 Juli 2020   13:32 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Membaca bukan seperti makan: ada mulut, ada rendang Padang, ada pencernaan, ada pembuangan. Bacaan sebagai "makanan otak" adalah kiasan yang menyesatkan. Membaca adalah berargumentasi, menciptakan, membentuk, mengubah: semua itu pada saat yang sama juga proses menghidupkan apa yang dibaca," tertulis.

Saking pentingnya buku. Tan Malaka dalam buku mahakaryanya Madilog (1943) sampai berkata bahwa selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. "Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi."

Tak heran, Tan Malaka sampai iri melihat melihat salah satu tokoh Revolusi Oktober Rusia, Leon Trotsky dan Pahlawan Indonesia, Muhammad Hatta yang dapat membawa buku berpeti-peti ke tempat pengasingan.

"Seorang tukang tak akan bisa membikin gedung, kalau alatnya seperti semen, batu tembok dan lain-lain tak ada. Seorang pengarang atau ahli pidato, perlu akan catatan dari buku musuh, kawan ataupun guru. Catatan yang sempurna dan jitu bisa menaklukkan musuh secepat kilat dan bisa merebut kesepakatan dan kepercayaan yang bersimpati sepenuh penuhnya," ujar Tan Malaka.

Bagaimana tidak, Bung Hatta yang baru pulang dari Belanda tercatat membawa buku yang tidak sedikit. Dikutip dari P. Swantoro dalam buku Dari Buku Ke Buku (2002), jumlah buku yang dibawa pulang oleh bung hatta mencapai 16 peti besi.

Bung Hatta menghadiri pekan buku Indonesia 1954/ wikimedia commons
Bung Hatta menghadiri pekan buku Indonesia 1954/ wikimedia commons

Karena jumlah buku Bung Hatta banyak, 16 peti besi. Bung Hatta terpaksa minta bantuan kepada salah seorang temannya (Djohan Djohor) untuk mengangkut seluruh buku dengan truk. buku-buku tersebut lah setelahnya menemani Bung Hatta dipengasingan, baik itu di Boven Digul, Papua (1935-1936), maupun Banda Neira (1936-1942). Berbeda dengan hatta, Sang putra fajar, Bung Karno pun begitu saat menjalankan hari-hari dipengasingannya di Ende (1934-1939) dan Bengkulu (1938-1942).

patung bung karno di Ende/ dethazyo
patung bung karno di Ende/ dethazyo

rumah pengasingan bung karno di ende/ dethazyo
rumah pengasingan bung karno di ende/ dethazyo

Tercata, koleksi buku Putra Sang Fajar mencapai 1.000 buku lebih. Uniknya, sama seperti Hatta, semua buku Bung Karno dipangasingan berhasil dibawa pulang seluruhnya ke Jakarta.

"Dalam koleksi bukunya itu terdapat buku-buku yang membicarakan fasisme serta cara-cara mengalahkannya. Misalnya, tulisan Willy Munzenberg yang berjudul Propaganda als Waffe, atau karangan Ernst HenDry yang berjudul Hitler Over Rusia. Koleksi buku Soekarno yang sedemikian banyak disertai perenungan yang dalam mengantarkannya untuk merumuskan dasar negara," ungkap Peter Kasenda dalam buku Bung Karno Panglima Revolusi (2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun