Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Classic rock addict || Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing || Lulusan S1 FIKOM konsentrasi Jurnalistik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kupesan Secangkir Cinta di Kedai Kopi

14 September 2018   03:47 Diperbarui: 14 September 2018   05:26 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pernah pacaran beberapa kali. Semua cowok yang pernah dekat denganku sayangnya hanya manis di bibir saja. Aku cuma mainan buat mereka. Entah apa yang mereka cari dariku." jawabku sambil menerawang. Dharma tidak merespon. Akhirnya kami sama-sama terbungkus dalam diam. Kulihat lautan pun malas bergerak untuk sekedar memecah keheningan yang ada.

*

Hari ini aku kembali ke Jakarta. Tinggal beberapa jam lagi aku harus menyeret langkahku ke bandara. Berat sekali kurasa karena aku tidak akan bertemu lagi dengan Dharma. Pukul duabelas lewat sedikit aku sudah menemuinya di kedai kopi. Saat itu lumayan ramai oleh turis-turis lokal sepertiku yang berhenti untuk makan siang. Dharma langsung menghampiri ketika ia melihat kedatanganku. Ia duduk di bangku di hadapanku. Wajahnya agak murung.

"Besok sudah tidak ada kau di kedai ini." ucapannya terdengar layu. Aku agak heran tapi hatiku berbunga-bunga. Ini berarti Dharma memperhatikan aku. Atau mungkin juga tertarik padaku. Ah, andaikan...

"Dari Jakarta ke Tanjung Pandan kan hanya empatpuluh lima menit naek pesawat. Aku pasti akan sering kemari, deh. Kalau kau memintaku..." godaku berharap Dharma akan mengiyakan. Perlahan rona wajah murungnya memudar. Ia lalu berdiri merapikan bangku yang ia pakai duduk tadi.

"Kau mau pesan apa? Kopi manis kayak kemarin?" tanyanya kemudian. Aku terpaku sejenak tersilaukan oleh tatapan matanya. 

"Aku mau pesan cintamu. Secangkir penuh hingga dapat mengaliri setiap sudut tubuhku. Aku ingin dialiri oleh cintamu hingga jiwaku menghangat dan merasakan manis kasih sayangmu." Aku menjawab perlahan tapi pasti. Dharma tidak dapat menyembunyikan rasa malunya. Mukanya memerah ingin menunduk tapi ingin juga melihatku. Aku tersenyum padanya meski jantungku sebenarnya berdisko tak karuan. Akhirnya Dharma membalikkan badannya beranjak menuju dapur kedai. Kuikuti terus gerak-geriknya. Dari dalam dapur, kulihat ia membuatkan kopi untukku sambil sesekali melihat ke arahku sembari tersenyum. Senyum yang bisa kupastikan akan menemani hari-hariku selamanya...

**

Paris, 13 September 2018

(Kau pasti tahu mengapa kau selalu menjadi inspirasiku...)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun