Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Classic rock addict || Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing || Lulusan S1 FIKOM konsentrasi Jurnalistik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kupesan Secangkir Cinta di Kedai Kopi

14 September 2018   03:47 Diperbarui: 14 September 2018   05:26 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam menunjukkan pukul empat sore ketika kami tiba di pantai yang ia sebut namanya sebagai Pantai Tanjung Kelayang.
"Kau suka tempatku ini?" tanya Dharma sambil menatap lautan luas di hadapan kami. Aku menoleh. Kulihat rambutnya yang menari-nari dimainkan angin sore. Rasanya aku ingin langsung memeluknya. 

Tapi aku tahu hanya ada dua hal yang akan terjadi setelah itu. Pertama, dia langsung menolak pelukanku dan berlalu. Kan baru kenal, gitu looch! Hal yang kedua adalah kebalikannya, dia biarkan aku memeluknya. Masa aku harus hompimpa sendirian sih menebak-nebak? Tak sadar aku tersenyum-senyum sendiri terbawa khayalanku. Tak tahunya Dharma sudah menatapku. Sorotan matanya bak lampu mercu suar yang terang menderang di malam hari. Aku terjatuh lagi di dalam tatapannya. Tak berkutik. Seketika aku hanya mau bangkit dan kalau perlu kubuat dia yang jatuh. Jatuh cinta kepadaku.

"Ya, aku suka sekali Belitung. Pulau-pulaunya yang indah, air lautnya yang jernih. Memanjakan mata." Aku antusias menjawab pertanyaan Dharma. Dia tersenyum kecil. Dan kurasa aku juga sudah menemukan apa yang kucari selama hidupku, teriakku dalam hati. Kuperhatikan lagi Dharma yang kembali menatap lautan. Aku suka penampilannya yang sederhana, cuek dan apa adanya. Dia satu di antara trilyunan. Tidak seperti orang-orang kota metropolitan yang banyak gaya padahal kepala mumet hutang melilit di sana-sini.

"Kamu sudah punya pacar?" Tiba-tiba aku mengeluarkan pertanyaan yang menembak. Aku pun bersungut memarahi otak dan mulutku yang berucap seperti itu. Kutunggu jawaban Dharma.

"Aku baru saja bercerai. Lima bulan yang lalu." jawabnya santai. Aku diam sejenak.

"Dan aku senang dengan perceraianku. Aku lega." sambungnya masih dengan santai. Aku masih diam. Terbersit keinginan untuk tanya penyebab ia bercerai namun aku sentil jauh-jauh pikiran kepo ku itu.

"Makanya nanti kalau kau ingin menikah, pikir deh yang matang. Kalo sudah matang, diulang lagi mikirnya juga tidak apa-apa. Sampai mantap keyakinanmu kalau dia memang pilihanmu. Jangan sampai ada penyesalan nantinya." ujarnya pelan. Aku merapikan rambutku yang sedari tadi sudah main tarik tambang dengan angin.

"Maaf aku sudah menggali masa lalumu." ucapku. Dharma tersenyum. "Nggak masalah. Semua itu sudah tidak penting buatku. Sebelumnya juga kau tidak tahu. Kau baru hadir dihidupku sekarang. Eh... salah ya? Beberapa hari yang lalu maksudku." Ia mencoba bercanda lalu tertawa. Aku terhanyut mengikuti tawanya. Tawa yang ingin aku miliki selamanya...

"Kau dari tadi melihatku terus. Aku jadi takut." candanya lagi.

"Karena aku terpesona." Aku mencoba mengakui perasaanku. Dharma terperangah. Kali ini dia melihatku dengan tatapan yang berbeda. Ya ampuuun... sorotan matanya!

"Kau sendiri tidak punya pacar?" tanyanya agak penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun