tak padam dan menjadi senja pada sebuah cerita,
tentang seorang laki-laki yang bersedih mengait pagi.
Aku merasakan sedihmu yang begitu ternanam mendalam ,
membunuh uluh hatiku dan tak tersembuhkan dalam alunan
musik berkepanjangan dan tak pernah berakhir, menggulung
segala rupa dan daya, melemahkan diri, membakar luka.
Kopi pagi ini melumpuhkan keberadaanku sebagai manusia,
membangkitkanku dalam raga, mengalirkan senyuman,
tertambat dalam keberadaban hari, meski tubuh terus
terlunta dan terkekang jera.
Aku terus memberanikan diri, memberimu senyum, menyeruput
kopi yang semakin dingin, semakin pekat menghinggap,
hingga kau tak sanggup datang menepati janjimu,
menceritakan keabadian duka, yang terus menggerogoti
warna hidup tak terselesaikan.
Aku tetap bersimpuh dengan secangkir kopi
yang mulai mereda dingin.