Ibunya pun tak menyangka. Bila waktu itu perpisahan akhir dengan anaknya.
Tangisnya semakin tak terbendung. Manakala gerombolan orang di depan sana menyetop dengan paksa mobil putih bertulis Ambulance. Ibunya telah mendengar, bahwa beberapa warga yang dipimpin oleh Pak RT telah menolak jenazah Kurnia untuk dimakamkan di kampungnya.
Tangis hanya tinggal tangis. Seberapa banyak air mata yang berlinang, tak mampu jua mengembalikan nyawa anaknya. Anaknya yang telah berjibaku menolong tanpa pamrih. Merelakan nyawanya, demi nyawa yang lain.
Hanya bermodal janji perawat, dan senyum ketulusan untuk menolong nyawa orang yang tak dikenalnya.
**
Perawat di ujung tanduk
Bermandi peluh disiksa rindu
Pedih, meringis dalam duka
Bertaruh nyawa selamatkan nyawa
Perawat di ujung tanduk
Sepenuh rasa memberi makna
Sekuat raga ikhlaskan tenaga
Perawat di ujung tanduk
Senyummu merekah memberi harapan
Kami tahu jiwamu kalut
Berjarak sejengkal dari maut
Perawat di ujung tanduk
Terikat sumpah janji bakti
Demi bangsa hidup mengabdi
Engkau mati mereka hilang peduli
Wahai perawat yang berguguran
Tenanglah di sana,
Doa kami berjuta-juta...
(A Muh Abdi)
Namun kini, Kurnia hanyalah tinggal kenang. Perjuangannya tak berbalas dengan apa yang telah ia berikan. Ia hanya disambut bendera putih, tanda kekalahan dalam selimut duka. Ibunya menunduk pasrah, sambil terus menangis. [ ]
***