Semenjak saat itu. Kurnia jarang lagi bermain dengan teman lelakinya. Ia sadar bahwa dirinya diperalat dengan yang lain. Padahal masih ada Bagus yang tinggi badannya. Bobi yang memiliki tubuh gemuk, mereka semua jago-jago. Tapi, saat ada Pak RT, mereka malah lari lebih dulu.
Semenjak kelas 3 SMA, perlahan Kurnia merubah penampilannya. Gayanya yang tomboy, selalu mendapatkan perlakuan semena-mena. Belum lagi dengan warna kulitnya yang tak sebersih perempuan seusianya.
Hal itu yang membuat perlahan Kurnia merubah penampilannya. Kini ia lebih sering menggunakan jilbab. Wajahnya juga telah berubah dengan balutan cream. Meski tak tebal ia gunakan.
"Ibu, pokoe lulus nanti aku mau jadi perawat." Ujar Kurnia. Padahal ibunya menyangka dia akan memilih jurusan-jurusan yang didominasi oleh para lelaki.
"Ibu, pokoknya kalau nantiaku lulus aku mau jadi perawat."
"Awakmu gak wedi karo getih nduk?" Lanjut ibunya bertanya. Sedari dulu Kurnia sangat takut dengan darah. Ia selalu bercerita, jika teman-temannya jatuh dan terluka. Tapi ia bingung apa yang harus dilakukan.
"Kamu gak takut dengan darah nak?"
Selain itu, sewaktu Pak RT menabrak angkot, tepat disebelah Kurnia. Ia juga bingung apa yang akan dilakukan. Ia hanya bisa berteriak dan minta tolong.
Kini Kurnia telah menjadi perawat di sebuah rumah sakit. Ibunya yang sedari tadi duduk di luar, hanya bisa menyeka air matanya perlahan. Membayakan anak remajanya kini telah tumbuh dewasa.
Yang lebih membuat ibunya sedih. Kini setelah usai bertugas, ia tak lantas boleh pulang. Kurnia pernah bilang, dirinya harus beristirahat dulu dalam beberapa minggu.
"Opo iku virus nduk?" Tanya ibunya sewaktu ia terangkan beberapa minggu yang lalu.
"Apa itu virus nak?"
"Iku kuman bu. Bakteri, bisa menular." Kurnia menjelaskan dengan sesederhana mungkin.
"Itu kuman bu. Bakteri, bisa menular."
Meskipun informasi mengenai Virus Corona (Covid-19) bersiliweran di media. Ibunya tak pernah melihat secara langsung. Waktunya telah banyak habis di ladang, menanam padi demi kelanjutan hidup.