Mohon tunggu...
N. Alam Pratama
N. Alam Pratama Mohon Tunggu... Lingkar Ide

Penikmat musik, anime dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dalam Keraguan

11 Mei 2025   11:15 Diperbarui: 11 Mei 2025   11:15 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

entah apa yang dipikirkan tuhan ketika melemparku dari kenihilan ke neraka tak bernama ini.

rasanya ia memang (hanya) berjudi melawan iblis, tak pernah benar-benar peduli pada diriku yang tak berhenti hancur.

: dibiarkan olehnya rasa sakit merayapi bagian-bagian tubuhku sampai paling renik, dibiarkan pula luka-luka yang nganga menyeretku pada perasaan ingin mati.

sialnya, meski kepalaku yang musafir dari tubuhku tuntas menafsir bunuh diri sebagai alegori pereda nyeri, dan mataku jelas menangkap kematianku berdiri menunggu di depan gerbang neraka lain, aku selalu saja ciut nyali menyetubuhi mati--kocar-kacir mencari sembunyi, seperti hantu tak berkepala disabung misteri sepenggal ayat kitab suci.

sementara waktu--rongga api tak berpintu itu, membara-mengunyah-menelan diriku yang kemarin, sekarang dan mendatang, membutku kian remuk, seperti runtuhan babel lapuk rela merubuhkan dirinya sendiri di dalam diriku.

ingatan kian arang, apa-apa tinggal belulang. sesuatu tak dikenal, seperti kain hitam, seolah membungkus abu kenangan, membukus noktah-noktah keyakinan, membungkus sebab-sebab segala kejadian, melarung ketiganya ke redut telaga keraguan.

aku meragukan keberadaanku, ingatan, tuhan, dunia setelah kematian, dan apa pun yang bernama kecuali kesakitanku satu-satunya yang tak fana, itu tak bisa kuragukan.

itu kian menyakitkan.

oh tuhan yang telah kuragukan, apakah kau bisa nyatakan keberadaan, keberadaanku, keberadaanmu itu?

sebab ada hal yang ingin kutanyakan (kusampaikan) padamu secara langsung.

"mengapa kau membuangku dari kenihilan, lalu membiarkanku di dalam diriku dikawini sakit tanpa dsrah, nanah dan memar yang pelan-pelan membuatku hancur?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun