Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sebelum Waktu Pergi Lagi

14 Oktober 2025   16:48 Diperbarui: 14 Oktober 2025   16:48 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam hening senja, waktu seakan berhenti - mengajarkan arti syukur atas pertemuan yang singkat namun berarti. (Sumber: Freepik)

Kadang, hidup memberi kita momen kecil yang terasa seperti hadiah dari langit. Tidak lama, tidak megah, tapi cukup untuk membuat hati berhenti sebentar dan mengingatkan bahwa kasih yang tulus tak pernah benar-benar hilang. Puisi ini kutulis setelah sebuah pertemuan yang tak terencana - pertemuan yang menenangkan, seolah waktu memberi izin untuk menutup lingkar rindu dengan doa.

Sebelum Waktu Pergi Lagi
Cendekia (Disisi)

Terima kasih, Tuhan
telah Kau sisipkan kembali satu detik yang tak kusangka,
di mana waktu berhenti sejenak
agar dua hati yang lama berpisah
masih bisa saling mengenal lewat senyum.

Ada cahaya yang jatuh pelan di wajah itu -
bukan sekadar bahagia,
tapi semacam tenang yang tak bisa dijelaskan,
seperti doa yang akhirnya menemukan jawabannya
setelah menunggu dalam diam yang panjang.

Tak banyak kata yang terucap,
namun udara sore menjadi saksi:
bahwa kasih, bila dijaga dengan doa,
tak pernah benar-benar pergi,
ia hanya bersembunyi di dalam rindu yang sabar.

Setahun lebih waktu berlalu,
namun hangat itu tetap tinggal,
menolak pudar di antara jarak.
Dan aku belajar lagi,
bahwa kenangan bisa menjadi ibadah
bila disertai syukur.

Jika Kau izinkan, Tuhan,
biarlah pertemuan singkat ini
menjadi janji kecil di buku langit:
bahwa pada waktu yang lebih baik,
kami akan bertemu kembali -
bukan karena kebetulan,
tapi karena kasih tak pernah putus arah.

Blambangan Umpu, 9 Oktober 2025

Waktu mungkin terus berjalan, tapi ada rasa yang memilih tetap tinggal - bukan untuk mengikat, melainkan untuk dikenang dengan tenang. Karena pada akhirnya, bukan lamanya pertemuan yang penting, melainkan makna yang tertinggal di antara senyum dan doa. Dan mungkin, di situlah kasih menemukan bentuk paling sucinya.

Mungkin kamu menyukai puisi-puisi berikut, boleh dibaca juga:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun