Mulutnya dibungkam, kepalanya ditutup dengan kain hitam, dan ia diseret bak binatang yang paling hina
Tidak ada yang menolongnya, orang-orang hanya mampu melonglong tanpa suara.
Itulah saat untuk terakhir kali mereka akan melihatnya
Ia adalah pejuang yang dibungkam sang diktator
Semangat perjuangan tak pernah padam dari kedua bola matanya
Hari-hari dilewati hanya dengan turun dan turun ke jalan dengan satu tujuan yang sama
Dimana demokrasi!?, dimana demokrasi!?, dimana demokrasi!?
Teriakan yang selalu keluar dengan lantang dari mulutnya.
Kepal tangannya menjulang langit
Lantang suaranya menembus cakrawala
Ia menantang sang diktator
Untuk membalaskan dendam mereka yang telah dirampas kebebasannya
Demokrasi selalu ia teriakan tepat di telinga sang diktator yang hanya bisa bersembunyi di balik gedung-gedung mewah
Untuk sekedar menunjukkan batang hidungnya saja sang diktator tidak berani
Mereka tak lebih dari sekedar pecundang di mata sang pejuang itu
Tapi naas, pejuang itu telah hilang bak ditelan bumi