Pagi ini langit tampak cerah dengan semburat jingga tanpa awan
Tidak seperti hari kemarin dan kemarinnya lagi
Awan selalu menggelayut mesra menjadi bayang-bayang cinta
Sebelum jatuh menjadi hujan rindu pada setiap hati
Yang menjadikan cinta tak lagi merasa sendirian
Ketika rindu menumbuhkan cinta menjadi kasihDemikian juga dengan suara hatiku yang tak pernah berdusta
Kata-katanya bagai sabda alam bagiku
Karenanya aku tak pernah merasa sendirian
Dan patuh pada perkataannya yang selalu meluruskan jalan hidupku
Yang sering kali diarahkan oleh pikiran liar
Tak hanya itu, suara hatiku juga selalu menemani saat aku menangis pilu
Suara hatiku memang tak pernah berdusta...
Mengantarkan kehadiranmu mengisi seluruh ruang dalam hatiku
Diawali dari kekagumanku padamu saat kau berkata-kata penuh karisma
Apalagi tiap kali perkataanmu sama seperti dengan suara di hatiku
Apakah ini yang dinamakan jodoh dari Tuhan?
Hingga tak ada lagi bedanya antara yang memuja dan yang dipuja, seperti antara aku dan kau?
Kasihku, sayangku, cintaku, manisku...
Kuakui suara hatiku pernah berkata-kata, pada suatu hari di bawah langit jingga
Bahwa siapa saja yang dapat meyakinkanku untuk memotong rambutku
Yang selama 16 tahun kupanjangkan dan telah menemani perjalananku dengan setia
Suara hatiku benar-benar berkata dengan sangat jelas ketika itu, bahwa dialah jodohku dari Tuhan...
Dan tentu saja aku langsung tahu siapa jodohku...
Kala aku menurut saja saat kau memotong rambutku, pada suatu hari di bawah langit jingga
Baca juga: Akhir Kata dan Waktu
Sayang, itulah sebabnya mengapa perbedaan di antara kita tak menjadi masalah bagiku
Perbedaan kasta, budaya, dan juga jarak usia yang jauh...
Malah menjadikanku seperti bambu muda yang cepat tumbuh
Di mana aku memegang erat tanganmu, yang selalu menuntunku dengan tulus
Maka, dengan penuh kesadaran aku pun menerobos badai kehidupan untuk dapat bersamamu
Karena hatiku telah memilihmu...
Kasihku, sayangku, cintaku, manisku...
Kita telah bergandengan tangan dan tumbuh seperti rumpun bambu di rimba belantara
Menyaksikan kelahiran putra-putri kita yang berasal dari ketiadaan
Kemudian mendampingi mereka yang tumbuh seperti tunas bambu, yang begitu cepat tinggi dalam semalam
Tentu saja setelah kita memberikan hara yang cukup untuk menjadi pijakan mereka...
Meskipun salah satu tunas bambu kita, harus kembali ke asalnya sebelum menjulang
Pagi ini langit tampak cerah dengan semburat jingga tanpa awan
Tidak seperti hari kemarin dan kemarinnya lagi
Sayang, hari ini di sini aku telah berubah menjadi bambu tua
Walaupun aku selalu membisu saat berjalan bersamamu hingga ranggas nanti...
Aku tidaklah diam...
Aku senantiasa memuja dan memuji Tuhan di dalam hati
Bandungan, 16 Juni 2025
Teruntuk kasihku, sayangku, cintaku, manisku...
Sugeng ambal warsa kaping sewidak
Baca juga: Resensi Buku The Power Of Dream
Kata-katanya bagai sabda alam bagiku
Karenanya aku tak pernah merasa sendirian
Dan patuh pada perkataannya yang selalu meluruskan jalan hidupku
Yang sering kali diarahkan oleh pikiran liar
Tak hanya itu, suara hatiku juga selalu menemani saat aku menangis pilu
Mengantarkan kehadiranmu mengisi seluruh ruang dalam hatiku
Diawali dari kekagumanku padamu saat kau berkata-kata penuh karisma
Apalagi tiap kali perkataanmu sama seperti dengan suara di hatiku
Apakah ini yang dinamakan jodoh dari Tuhan?
Hingga tak ada lagi bedanya antara yang memuja dan yang dipuja, seperti antara aku dan kau?
Kuakui suara hatiku pernah berkata-kata, pada suatu hari di bawah langit jingga
Bahwa siapa saja yang dapat meyakinkanku untuk memotong rambutku
Yang selama 16 tahun kupanjangkan dan telah menemani perjalananku dengan setia
Suara hatiku benar-benar berkata dengan sangat jelas ketika itu, bahwa dialah jodohku dari Tuhan...
Dan tentu saja aku langsung tahu siapa jodohku...
Kala aku menurut saja saat kau memotong rambutku, pada suatu hari di bawah langit jingga
Perbedaan kasta, budaya, dan juga jarak usia yang jauh...
Malah menjadikanku seperti bambu muda yang cepat tumbuh
Di mana aku memegang erat tanganmu, yang selalu menuntunku dengan tulus
Maka, dengan penuh kesadaran aku pun menerobos badai kehidupan untuk dapat bersamamu
Karena hatiku telah memilihmu...
Kita telah bergandengan tangan dan tumbuh seperti rumpun bambu di rimba belantara
Menyaksikan kelahiran putra-putri kita yang berasal dari ketiadaan
Kemudian mendampingi mereka yang tumbuh seperti tunas bambu, yang begitu cepat tinggi dalam semalam
Tentu saja setelah kita memberikan hara yang cukup untuk menjadi pijakan mereka...
Meskipun salah satu tunas bambu kita, harus kembali ke asalnya sebelum menjulang
Tidak seperti hari kemarin dan kemarinnya lagi
Sayang, hari ini di sini aku telah berubah menjadi bambu tua
Walaupun aku selalu membisu saat berjalan bersamamu hingga ranggas nanti...
Aku tidaklah diam...
Aku senantiasa memuja dan memuji Tuhan di dalam hati
Teruntuk kasihku, sayangku, cintaku, manisku...
Sugeng ambal warsa kaping sewidak
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI