Kucium aroma ibu dalam desiran angin yang lembut dan mesra
Lewat angin kudengar ibuku pernah pergi berlayar ke Yunnan
Mencari keberadaanku mengikuti ke mana pun angin mengarahkannya
Ia memang wanita yang pemberani dan hebat
Menempuh perjalanan seorang diri dengan penuh keyakinanLihatlah, ibuku memang seorang ratu yang tangguh
Kukagumi ia sepanjang waktu
Meski pedang keadilannya pernah memutus kakiku
Namun luka itu telah mengering di perjalanan waktu
Karena sejauh hatiku melangkah, kubawa serta aroma ibuku
Air mata ibuku pernah tumpah membanjiri malam-malamnya
Tak apa bila itu membuat hatinya lega
Hidup memang harus tetap dijalani meski terkadang tak mudah
Seharusnya kepergianku tidaklah membuatnya gundah
Karena dari telaga yang jernih, akankah mengalir air yang keruh?
Ribuan tahun telah dilalui ibuku dengan berkali-kali melewati putaran kehidupan
Tanpa lelah dan juga keluh hingga ia sampai di ujung waktunya
Bersama sajak-sajak indah yang ia tuangkan ke dalam cawan kerinduan
Dan kutangkap semuanya di dalam hatiku yang telah kembali utuh sempurna
Karena aku dan ibuku memanglah masih di ruang sama, meskipun berada pada waktu yang berbeda
Baca juga: Mungkinkah Aku yang Sebenarnya Tak Ada?
Maka, di puncak penyerahan diri yang sempurna kepada Sang Pencipta
Akhirnya aku pun memutus rantai putaran kehidupan dengan perkenanNYA
Membuat tak ada lagi keterikatan dan kisah yang berulang
Hingga menjadikan semua harapan dan kerinduan lebur di dalam keikhlasan yang sempurna
Sebelum ibuku menutup mata di batas waktunya
Ibuku tampak bahagia merasakan kehadiranku
Walaupun tak dapat melihatku secara nyata
Ibuku tahu bahwa putranyalah yang memutus rantai kehidupan itu
Hingga kemudian kulihat ibuku telah tersenyum untuk yang pertama
Setelah ia kehilangan senyumannya, selama ribuan tahun
Kucium aroma ibu dalam desiran angin yang lembut dan mesra
Lewat angin kudengar ibuku pernah pergi berlayar ke Yunnan
Mencari keberadaanku mengikuti ke mana pun angin mengarahkannya
Maka lewat desiran angin kubisikkan kata di ujung waktunya
Ibu, karena aku ada maka engkau pun ada
Bandungan, 30 Juli 2023
Kukagumi ia sepanjang waktu
Meski pedang keadilannya pernah memutus kakiku
Namun luka itu telah mengering di perjalanan waktu
Karena sejauh hatiku melangkah, kubawa serta aroma ibuku
Tak apa bila itu membuat hatinya lega
Hidup memang harus tetap dijalani meski terkadang tak mudah
Seharusnya kepergianku tidaklah membuatnya gundah
Karena dari telaga yang jernih, akankah mengalir air yang keruh?
Tanpa lelah dan juga keluh hingga ia sampai di ujung waktunya
Bersama sajak-sajak indah yang ia tuangkan ke dalam cawan kerinduan
Dan kutangkap semuanya di dalam hatiku yang telah kembali utuh sempurna
Karena aku dan ibuku memanglah masih di ruang sama, meskipun berada pada waktu yang berbeda
Akhirnya aku pun memutus rantai putaran kehidupan dengan perkenanNYA
Membuat tak ada lagi keterikatan dan kisah yang berulang
Hingga menjadikan semua harapan dan kerinduan lebur di dalam keikhlasan yang sempurna
Sebelum ibuku menutup mata di batas waktunya
Walaupun tak dapat melihatku secara nyata
Ibuku tahu bahwa putranyalah yang memutus rantai kehidupan itu
Hingga kemudian kulihat ibuku telah tersenyum untuk yang pertama
Setelah ia kehilangan senyumannya, selama ribuan tahun
Lewat angin kudengar ibuku pernah pergi berlayar ke Yunnan
Mencari keberadaanku mengikuti ke mana pun angin mengarahkannya
Maka lewat desiran angin kubisikkan kata di ujung waktunya
Ibu, karena aku ada maka engkau pun ada
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI