Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Sepertiga Porsi Nasi demi Memancing Pembeli

30 Juni 2025   08:08 Diperbarui: 30 Juni 2025   13:48 3830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MAMPIR ke warung sekadar ngopi bisa bertambah pesanan. Memancing pembeli dengan memesan sepertiga nasi, lauk, dan sayur.

Ketika hampir menyelesaikan olahraga jalan pagi dan lewat di depan warung, sang penjual menyeru, "Mampir ...! Ngopi."

Saya masuk ke warung, lalu duduk. Secangkir kopi akan membantu menyegarkan pikiran. Sebelumnya, tidak jarang saya mampir ngopi dan ngobrol dengan penjual. Jadi, saya sudah mengenalnya.

Saya memesan kopi Liong, diseduh dan diaduk satu kali agar tidak terlalu manis.

"Sepi terus, gimana nih?" pemilik warung mengangsurkan secangkir kopi hitam. Wajahnya kusut.

Kopi hitam. (Dokumentasi Pribadi)
Kopi hitam. (Dokumentasi Pribadi)

Pandangan saya menatap bangku-bangku kosong, padahal waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh. Menurut penjual, jam segitu sudah ada pembeli makan pagi atau sekadar ngopi.

Tiba-tiba sebuah gagasan liar mampir di kepala, "Begini, saya akan pancing agar pembeli berdatangan."

Saya berjalan menuju etalase. Sang penjual menganga lalu mengintil.

Jari saya menunjuk telur ceplok dan tahu sutera goreng, "Itu dan nasi sepertiga piring. Kasih sambal dan kecap."

Biasanya, penjual menuangkan nasi bejibun ke piring. Bahkan, setengahnya pun masih seperti seporsi. Maka saya minta sepertiga porsi.

"Mana kenyang, Pak?"

"Itu ajaran guru, agar ritual memancing pembeli berhasil."

Alhasil, pada pagi itu untuk kedua kalinya saya mendapatkan sarapan. Di rumah sudah makan pagi. Yaaah ..., hitung-hitung brunch (breakfast and lunch). Sarapan kesiangan.

Baru sesendok nasi bersama temannya memasuki mulut, dua orang pria datang memesan mie instan rebus pake telur, juga minuman kopi.

Tak lama, datang lagi pembeli meminta kopi seduh. Demikian seterusnya sehingga ada delapan pembeli dan bertambah. Wajah penjual tampak sumringah.

Tiba waktunya saya pulang. Nasi, telur ceplok, tahu, dan sayur bening sudah berpindah ke perut. Kopi hitam tinggal ampas.

"Sering-sering ya," penjual mengekspresikan rasa terima kasih. Menurutnya, apa yang telah saya lakukan adalah keajaiban.

Bukan! Itu upaya saya menularkan keyakinan kepadanya, melalui kekuatan doa dan pikiran positif. Tidak terang-terangan, tapi dengan menunjukkan sikap percaya diri akan datangnya pembeli.

Di masa lampau saya pernah punya usaha kuliner. Beberapa kali mengalami keadaan sepi pembeli. Pada titik paling rendah saya mengubah cara pandang. Menyingkirkan pikiran tentang sepi pembeli, menumbukan pikiran positif, dan senantiasa memohon. Entah bagaimana cara saya mendapatkan pengetahuan itu.

Baru sekarang saya berusaha menjelaskannya. Mengutip sana-sini keterangan di internet, hal itu terkait dengan mindset. Pola pikir yang membentuk sikap, kecenderungan, keyakinan, perspektif, dan proses berpikir seseorang.

Dengan berpikir positif, saya memperbaiki kualitas barang dagangan, membangun upaya pemasaran, dan mengembangkan pelayanan lebih baik kepada pembeli. Artinya, pola pikir baik itu meliputi:

  • Keyakinan,
  • Rencana jelas,
  • Kemampuan beradaptasi dengan selera tamu,
  • Ketekunan,
  • Memandang kegagalan sebagai kesempatan belajar,
  • Membangun jaringan,
  • Fokus kepada pembeli,
  • Mampu mengambil risiko.
  • Di atas segalanya, mintalah segala sesuatu kepada-NYA agar dimudahkan dalam pencapaian keberhasilan usaha.

Lumayan kompleks, apalagi bila dijelaskan satu per satu kepada pemilik warung sederhana itu. Bisa menambah ruwet pikirannya setelah didera persoalan sepi pembeli.

Saya menunjukkan satu cara sederhana: "memancing pembeli" dengan membeli sepertiga porsi nasi, telur ceplok, tahu, dan semangkuk sayur bayam.

Sebagian pedagang menyebutnya "penglarisan" alias pembeli pertama barang dagangan. Mereka berpikir, itu permulaan bagus Biasanya, mereka mengibaskan uang diterima ke barang dagangan. Meyakini bahwa pembeli berbeda akan berdatangan.

Pola pikir (mindset) positif! Secara tidak langsung saya tularkan kepada pemilik warung sederhana di atas.

Takada hal ajaib. Hanya ada pikiran positif dalam usaha. Saya tunjukkan melalui kegiatan "memancing pembeli", dengan membeli sepertiga piring nasi berikut lauk dan sayurnya serta kopi.

Saya tidak mengantarkan teori hebat tentang bisnis kuliner, tetapi menumbuhkan pikiran positif dengan cara bersahaja. Harapannya, pemilik warung sederhana di atas menubuhkan keyakinan dan menabahkan diri dalam berusaha.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun