Biasanya, penjual menuangkan nasi bejibun ke piring. Bahkan, setengahnya pun masih seperti seporsi. Maka saya minta sepertiga porsi.
"Mana kenyang, Pak?"
"Itu ajaran guru, agar ritual memancing pembeli berhasil."
Alhasil, pada pagi itu untuk kedua kalinya saya mendapatkan sarapan. Di rumah sudah makan pagi. Yaaah ..., hitung-hitung brunch (breakfast and lunch). Sarapan kesiangan.
Baru sesendok nasi bersama temannya memasuki mulut, dua orang pria datang memesan mie instan rebus pake telur, juga minuman kopi.
Tak lama, datang lagi pembeli meminta kopi seduh. Demikian seterusnya sehingga ada delapan pembeli dan bertambah. Wajah penjual tampak sumringah.
Tiba waktunya saya pulang. Nasi, telur ceplok, tahu, dan sayur bening sudah berpindah ke perut. Kopi hitam tinggal ampas.
"Sering-sering ya," penjual mengekspresikan rasa terima kasih. Menurutnya, apa yang telah saya lakukan adalah keajaiban.
Bukan! Itu upaya saya menularkan keyakinan kepadanya, melalui kekuatan doa dan pikiran positif. Tidak terang-terangan, tapi dengan menunjukkan sikap percaya diri akan datangnya pembeli.
Di masa lampau saya pernah punya usaha kuliner. Beberapa kali mengalami keadaan sepi pembeli. Pada titik paling rendah saya mengubah cara pandang. Menyingkirkan pikiran tentang sepi pembeli, menumbukan pikiran positif, dan senantiasa memohon. Entah bagaimana cara saya mendapatkan pengetahuan itu.
Baru sekarang saya berusaha menjelaskannya. Mengutip sana-sini keterangan di internet, hal itu terkait dengan mindset. Pola pikir yang membentuk sikap, kecenderungan, keyakinan, perspektif, dan proses berpikir seseorang.